P.S. I LOVE YOU..

"Akan kuberitahukan sebuah rahasia kepadamu. Aku mencintaimu.."


***


your smile brings light into my days

the thought of you, warms my night
to hold you in my arms,
even in my dreams it feels so right
loving you

you never see the way I look into your eyes
you never realize the love I feel inside 
pain and sorrow that haunted me,
cause words I've left unsaid to you

now you found someone else to love 
deep in my heart,  my love won't fade away

to hold you in my arms,
even in my dreams it feels so right
loving you 


***


"Hai." Kamu menghampiriku seraya menyapa. Aku menoleh sesaat, menatap lekat matamu yang (masih) teduh. Tidak berubah, pikirku. Aku kembali melihat ke depan, keindahan lautan kembang api di atas kota Jakarta.

"Kebetulan sekali kita bertemu disini" katamu lagi. Ya, kebetulan memang. Kebetulan juga aku menunggumu di sini. Di tempat ini.

"Kamu kenapa?" tanyanya lalu mengambil tempat duduk di sebelahku. 

"Ga apa-apa." jawabku berusaha santai.

Kita terpaku dalam diam, bergeming. Gaun putihmu bermain-main manja diterpa tiupan angin malam. Aku menoleh kepadamu lagi, mengapa kata-kata hilang untuk saat yang seperti ini?

Tubuhmu menggigil, kedinginan. Perlahan kulepas jaket yang melekat di tubuhku. Jaket ini, jaket yang pernah kamu beri untuk ulang tahunku dua tahun lalu. Ada sedikit perasaan aneh yang menjalar ketika kubalutkan jaket itu ke tubuhmu. Ntah, aku tidak bisa menerka perasaan seperti apa itu. Yang jelas, keanehan itu dibarengi dengan satu pertanyaan : apa kau ingat tentang jaket ini?

"Apa kabar?" tanyaku memecah kesunyian diantara kita berdua. Pertanyaan bodoh, batinku. Ahh kemana kemampuanku merangkai kata-kata?

"Ah, kamu kan wanita hebat. Pasti baik-baik saja, bukan? Wanita sepertimu, aku tahu." aku bergumam.

Kamu tertawa, bahkan untuk suasana remang seperti malam ini, dengan lampu taman yang bersinar oranye ditemani dengan kilatan kembang api yang mengangkasa, senyummu.. (tetap) indah.

"Lucu." komentarnya sambil terus tertawa. Singkat. Padat. Jelas. Untuk pernyataan yang sudah sekuat tenaga aku susun.

"Huh, kenapa tertawa? Apanya yang lucu?" tanyaku. 

"Ga ada." jawabnya singkat. 

Aku merasa diperhatikan. Ntah apakah kamu yang menatapku dalam? Aku tidak tahu. Yang jelas aku gelisah dan... canggung.

"Kamu apa kabar?" tanyanya balik.

"Baik juga." Ahh, tetap tidak baik tanpa dirimu.

"Kamu rindu aku?"

Aku enggan mengakui bahwa selama ini hanya kamu yang aku tunggu. Jika ada kata-kata lain untuk mendeskripsikan rindu dalam satu kata, kata yang aku pilih adalah namamu. Sayang, kaidah bahasa tidak memperbolehkan. Aku tidak mengerti rindu apa yang kamu maksud. Rindu yang seperti aku rasakan? Atau rindu hanya sebatas.. teman lama?

Aku menengadahkan kepalaku ke atas. Untuk sesaat, perhatianku beralih ke satu bintang di atas sana. Memoriku terbang, kembali ke saat aku dan kamu seperti ini. Duduk berdua di taman ini. Seperti ini, persis. 

"Ya, rindu." kataku pelan.

"Apa?" tanyanya. Matanya masih menatapku. Mungkin kata-kataku -satu kata itu- tidak cukup kuat untuk dikatakan sehingga tertelan dengan bunyi kembang api yang terus menderu.

"Ceritakan kepadaku apa yang kamu lakukan selama ini?" ujarku cepat. Aku berusaha mengalihkan perhatian dari kata itu -rindu- .

"Yah, seperti biasa. Gak berubah. Kerjaan kantor membuatku pusing. Banyak deadline yang harus aku selesaikan. Dan..."  Bla bla bla. Kamu bercerita panjang lebar. Seperti dulu. Ya, jika situasi seperti ini, yang harus aku lakukan hanyalah melihatmu bercerita, memperhatikanmu, sekedar menganggukkan kepala jika kamu menanyakan, lalu menyimak sambil lalu. Ada satu pernyataan yang ingin aku dengar, tidak, aku tidak ingin dengar. Ahh sudahlah.

"Aku sudah bertunangan." Akhirnya, pernyataan ini keluar juga dari bibir indahmu. Aku menoleh ke arahmu. Aku lihat kamu menatap pada satu titik kosong. Tersiksa. Benarkah? Bukankah harusnya kamu senang? Aku menerka-nerka. Aku melihat sudut matamu basah. Sebegitu bahagiakah kamu sehingga terharu seperti itu?

Sudut hatiku nyeri. Rasa perih yang tidak tertahankan. Hatiku pecah. Berkeping-keping untuk penantian yang sia-sia seperti ini. 

"Oh ya? Selamat." Hanya kata-kata itu yang terucap dari bibirku. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan. Seketika tubuhku lemas. Semua salah di mataku. 

"Iya, terima kasih" Kamu tersenyum. Lalu dari kejauhan aku dengar seseorang memanggil namamu. Kamu tersadar lalu bangkit untuk berdiri. Aku yang sedari tadi membisu, mengikutimu tegak. Lelaki itu datang, lalu mengecup bibirmu. Kamu mengandengkan lenganmu manja ke lengannya. Aku mual melihat pemandangan itu.

"Selamat tinggal." katamu seraya berlalu. Bahkan kamu tidak memberiku waktu untuk membalas ucapanmu. Kamu tidak sempat menanyakan bagaimana perasaanku padamu. Kamu tidak sempat menanyakan mengapa aku di sini malam ini. Dan kamu tidak memberiku kesempatan untuk mengatakan tiga kata itu, yang dari dulu aku simpan untukmu. 

Aku terduduk lesu, rangkaian parade kembang api telah habis sedari tadi. Aku hanya bisa melihat punggungmu menjauh dan berakhir menjadi satu titik sambil memegang sebuah benda berbentuk kotak yang berbungkus kertas kopi. Kini aku sendiri, hanya ditemani dengan remang lampu taman dan merdu suara jangkrik. 

krikk.. krikk.. krikk..

Perlahan gerimis turun membasahi bumi. Aku pergi meninggalkan tempat itu, mengubur semua kenangan hari ini.


Kertas coklat itu basah diguyur air hujan. Di dalamnya memancar terang sebuah lukisan 'fluorescence' seorang wanita yang sedang menatap lekat langit jingga. Di sudut kiri bawahnya tertulis kecil...


P.S. I Love You..


***

Dengerin lagunya..

1 komentar