Kamu.

Aku menulis ini ketika tiba-tiba mengingatmu.

Sejak malam mulai terkembang tadi, dan sejak senja mulai menggenapkan jingganya, aku teringat kamu. Sosok dari masa lalu. Entah, tiba-tiba saja kamu menyeruak. Aku bahkan tidak tahu, alasan apa yang sebenarnya yang membuatku kembali mengingat dirimu?

Dan apakah aku butuh alasan itu?

Kamu adalah sosok dari masa lalu, yang dulu datang menawarkan sebuah perjanjian tidak kasat mata bernama pertemanan. Kamu sejatinya adalah orang yang seharusnya tidak boleh dekat denganku. Tapi dengan mudahnya kamu melewati tameng yang aku buat sendiri, untuk orang-orang sepertimu. Begitu mudahnya kamu masuk, lalu menelusuri labirin hingga pas kena hatiku.

Kamu adalah orang kedua.

Orang yang kembali aku titipkan kunci bernama kepercayaan. Setelah sebelumnya sudah hilang dibuang seseorang. Kamu datang memungut kunci itu walaupun rumahnya sudah tidak akan pernah sama lagi. Dan kamu tahu itu.

Kamu tahu, kata orang perbedaan itu harus membuat hubungan seperti apapun seharusnya lebih dekat, saling mengisi. Tapi tidak dengan kita, nama aku dan kamu (dulu). Perbedaan yang begitu jauh, seperti dua mata koin yang tidak akan pernah bertemu, meruntuhkan anggapan itu. Kita berbeda. Aku dan kamu berbeda. Dan aku sadar itu.

Kita tidak ditakdirkan dalam satu garis hidup. Jalan kita bersimpangan, tidak akan pernah bertemu. Mungkin suatu hari pun kita bertemu, tidak akan pernah sama seperti dulu. Dan lagi-lagi aku sadar itu.

Melupakanmu adalah satu-satunya jalan untuk mencapai persimpangan itu. Setidaknya, setibanya kita di persimpangan, aku sudah bisa mengumpulkan ceceran hati-hati itu. Tidak, jangan berpikiran negatif tentang ini. Ini adalah upaya untuk melindungiku sendiri dari rasa sakit yang pernah ku terima dulu.

Melupakanmu, adalah hal terberat yang bisa aku lakukan. Bagaimana tidak? Menepikan orang yang sudah dari dulu ada di dalam hati? Perkara sulit, bukan?

Gerimis menetes sedari tadi, tampaknya ia tahu, aku butuh ditemani. Sekarang, izinkan aku mengingatmu. Hanya untuk malam ini. Sembari menyeruput kopi, menyalakan lilin-lilin memori. Biarkan aku kembali memutar kebersamaan dalam ingatan. Biarkan aku tersenyum (lagi). Cukup malam ini. Aku janji.


 

23.15


once upon a time.

uyee. ini posting pertama di bulan maret. udah hampir 3 minggu gak posting lagi. *bersihin sarang laba-laba*

hehe. ga ada acara khusus sih buat posting. cuma lagi kepengen aja. :D 

dan kali ini posting tentang apaan ya? *mikir* -__-

okelah, sebagai pembuka, saya ingin bertanya. pernahkah kalian membaca sebuah cerita dongeng? mungkin hampir 90% orang sudah pernah membaca cerita dongeng waktu kecil ataupun cerita fiksi yang sekarang udah sangat berkembang. pasti kalian pada tahu tentang dongeng cinderella, snow white, si kancil dan buaya, dan sejenisnya, bukan? dan kalian juga pasti hobi menonton film seperti harry potter, lord of the rings, dan sederetan film box office lainnya. 

well, kenapa saya membahas tentang dongeng?
jawabannya karena, saya (pernah) bermimpi untuk bisa jadi seperti tokoh di dalam dongeng.

saya (pernah) berandai-andai jika saya adalah pangeran tampan pewaris tahta sebuah kerajaan. sedang mencari seorang putri yang kemudian bertemu dengan seorang gadis desa yang mempesona. jatuh cinta. lalu menikah. hidup bahagia selamanya. haha. hidup jadi begitu mudah bila melihat kenyataan seperti itu. cukup diam, sedikit mencari, lalu kembali dengan seorang tambatan hati. what an easy life !

atau saya juga pernah bermimpi menjadi tokoh sebuah film tentang sihir. bersekolah di sekolah sihir, memegang tongkat dan melihat makhluk ajaib lainnya. menaiki sapu terbang, merapalkan mantra-mantra sihir. dan saya rasa kehidupan saya bakal terlihat lebih keren. 

haha :D

saya selalu berpikir, lebih mudah hidup di sebuah negeri dongeng. semua terlihat baik-baik saja. masalah dengan mudahnya terselesaikan. dan yang paling penting, tokoh utama selalu hidup bahagia akhirnya. 

tapi sayangnya saya tidak hidup di dunia seperti itu.

saya hidup di dunia yang penuh perjuangan. mulai dari perjuangan seorang ibu yang melahirkan saya dengan selamat. perjuangan ayah yang senantiasa menepuk nyamuk yang mengganggu lelapnya tidur saya. perjuangan saya untuk masuk sekolah, sekedar mencuri waktu untuk bermain. bahkan perjuangan itu semakin terasa ketika masuk ke masa remaja. masalah datang silih berganti, perjuangan mendapatkan teman baik, perjuangan mendapatkan pujaan hati, perjuangan mendapatkan nilai baik, dan perjuangan lainnya. 

dan saya bertanya, kapankah saya bisa bahagia bila perjuangan satu berakhir lalu diisi dengan perjuangan lainnya?

tadi pagi saya ke pasar tradisional, saya melihat ada orang yang kehilangan sepeda motornya. di sisi lain, ada seorang pencopet yang sedang dihakimi massa. ada juga seorang nenek yang dengan suara keras meneriakkan dagangannya. mereka, dalam tahap ini, sedang berjuang untuk mendapatkan apa yang mereka sebut kebahagiaan, padahal yang terlihat, mereka sama sekali tidak bahagia.

saya bertanya lagi, kemana Tuhan?
Sebegitu tegakah Dia yang tidak memberikan kebahagiaan kepada mereka, dan juga saya? kenapa kami hanya dibiarkan berjuang, namun mencicip kebahagiaan sesaat lalu berjuang lagi.

Andai saya hidup di negeri dongeng, mungkin nenek-nenek tadi sudah berada di depan perapian, merajut sweater lucu untuk cucunya.

Tapi di tahap inilah saya menyadari, Tuhan ada.
Dia memberikan pilihan-pilihan di setiap hidup kita. Pilihan-pilihan itu memiliki inti yang menuju pada kebahagiaan. Satu pilihan menawarkan kebahagiaan sesaat, pilihan yang lain menawarkan bahagia jangka panjang. kadang untuk mencapai kebahagiaan jangka panjang itu, kita harus berjuang lebih, lebih, dan lebih. Dan mencapai kebahagiaan sesaat itu memiliki perjuangan yang relatif sedikit, namun kita diharuskan berjuang lagi bila selesai mencicipi.

Saya memang tidak hidup di dunia dongeng, tapi untuk mencapai happily ever after, saya juga gak perlu kan menunggu berandai adanya pembuka once upon a time. saya cukup menikmati kebahagiaan yang ada, jika diharuskan berjuang lagi saya harus siap. bukankah hidup adalah pilihan?