Gaun Pengantin

"Bagaimana penampilanku?" Dinar memutar-mutar tubuhnya dengan anggun. Gaun putih yang dipakainya pun ikut mengembang cantik. 

"Cantik," komentarku pendek.

"Ah, Kirana. aku jelek, ya?" katanya sambil mengamati setiap detail gaun pengantinnya. 

Aku hanya bisa tersenyum melihat tawanya. "Nggak kok, kamu cantik. Serius."

"Aku gugup."

"Wajar, kan? Hari ini hari besarmu. Aku rasa bukan kamu saja yang gugup. Di.." kata-kataku tercekat pada sebuah nama. "Dimas juga pasti gugup," lanjutku sedikit dipaksakan.

"Ayo kita keluar. Semua tamu sudah menunggu," ajakku pada Dinar.

Kami berdua keluar dari ruang yang kelak menjadi kamar pengantin Dinar dan Dimas. Aku berhenti sejenak, mengamati ruangan itu. Dua bulan yang lalu, di ruangan ini, aku dan Dimas bersatu, tanpa sekat di tubuh. Benar-benar satu. Hingga saat aku tahu, Dimas adalah kekasih sahabatku. 

"Kirana, ayo!" Dinar memanggil namaku. Aku mengikutinya dari belakang. Dimas, aku tahu ini salah. Tapi aku akan tetap menunggumu. Ada hal yang harus kamu tahu, ada alasan bagimu tuk kembali, aku refleks memegang perutku yang mulai membuncit. 

Nak, lihatlah. Ayahmu menikah hari ini...

Bukan Milikmu Lagi

"AKU MASIH CINTA KAMU, DIANA." Kamu berteriak lantang tapi aku diam.

"AKU CINTA KAMU. TERUS. SELAMANYA," lanjutmu namun aku masih tetap diam.

Kamu berlutut di hadapanku, namun tetap tidak kugubris. Hah. Orang sepertimu yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang kamu mau, aku muak. Aku muak terus jadi milikmu.

Ku lihat orang-orang mulai ramai menghampiri kita. Orang berseragam coklat-coklat dan putih-putih. Aku ingin pergi. Aku tidak ingin jadi milikmu lagi.

"JANGAN BAWA DIANAKU! JANGAN BAWA!" Kamu memeluk tubuhku erat. Sangat erat. Orang-orang mulai terlihat panik, tak sedikit yang terlihat iba. Jangan lagi, aku tidak ingin melihat air matamu itu. Air mata buaya.

Orang-orang berseragam coklat memisahkan kamu dariku, lalu membawamu menjauh. Baguslah. Aku tidak ingin dekat-dekat denganmu.

"JANGAN! JANGAN PISAHKAN KAMI!! JANGAN! JANGAN SAKITI DIA!" katamu sambil berteriak. Aku tidak menghiraukannya. Orang-orang mulai membantuku keluar dari ruangan rumah tua ini. 

Selamat tinggal, Dit. 
Kau harus tahu, kau takkan selalu bisa punya apa yang kau inginkan..
Dadah.
Aku pergi~

***

WartaDunia, 5 September 2012

Seorang mahasiswi yang diduga hilang tiga tahun lalu ditemukan di sebuah rumah tua sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Dia dibunuh kekasihnya. Jasadnya kemudian diawetkan dengan formalin. Diduga, kekasihnya memiliki gangguan kejiwaan.