:)


"Bagaimana cara mencintai yang benar?" Kamu membuka percakapan di antara kita. Saat ini kita sedang duduk berdua di restoran cepat saji kesukaan kita. Restoran yang katamu menjadi tempat kau menemukan cinta.

Aku lantas menoleh kepadamu lalu mengerenyitkan dahi. "Dalam hal apa?" Aku bertanya.

Kamu menghisap mocca float dari ujung sedotan dan langsung menyentuh bibirmu. Aku hanya bisa menelan ludah ketika kamu melakukan itu.

"Semuanya," katamu dengan tatapan serius. "Aku hanya ingin tahu cara mencintai yang benar."

"Selama ini, apakah cara mencintaimu salah?" Aku kembali bertanya. Ada sedikit emosi dalam perkataanku. Untunglah, tampaknya kamu tidak tahu.

Kamu mengangkat bahu. "Entahlah. Aku hanya merasa ada yang salah."

"Tidak ada yang salah dalam cinta."

"Ada." Kamu memotong ucapanku cepat. "Hidup itu relatif. Benar dan salah. Termasuk cinta. Bukankah begitu logikanya?"

"Cinta tidak butuh logika." Aku meralat perkataan darinya. "Dan aku rasa, caramu mencintainya itu sudah benar. Cinta itu perkara memberi dan menerima. Kamu dan dia sudah melakukan hal itu, bukan?"

"Ya, tapi -"

"Jika ada yang perlu dipersalahkan, aku rasa hanya keadaan." Aku meneguk kopi pahit di hadapanku yang mulai mendingin.

Aku melirik dari sudut mataku. Kamu menatapku seolah menantikan kata-kata apa yang akan keluar dari mulutku.

"Keadaan yang salah." Aku mengulangnya. "Keadaan bahwa kau akhirnya menikah dengan orang yang lebih tua darimu. Dan keadaan bahwa jauh sebelum itu aku mencintaimu. Keadaan yang salah, bukan caramu mencintainya," jelasku panjang lebar.

Kamu menghela napas panjang lalu menghembuskannya cepat. "Maafkan aku," ujarmu penuh sesal.

Aku sudah tidak tahan. Pertahananku roboh. Air mata turun membanjiri pelupuk mataku.

Untuk beberapa menit setelahnya, hanya isakan tangisku yang terdengar. Dan kamu hanya bisa menatapku sendu.

Jam berdenting lima kali. Aku pun menyeka air mata yang turun sedari tadi. Aku langsung bangkit berdiri. Tanpa melihatmu lagi, aku berujar...

"Ayo, Pa. Mama sudah menunggu."

Memang harus diakhiri, aku meyakini di dalam hati.

FF IBU

"Lo harusnya layanin gue! Lo gue bayar, bajingan!"
Wanita di hadapannya menarik ujung selimutnya kencang. 
"LO GATAU SIAPA GUE? GUE ANAK DRAJAT SUBAKTI! ORANG PALING KAYA DI KOTA INI. HARUSNYA LO BERUNTUNG BISA TIDUR BARENG GUE!" 
Puhh. Laki-laki itu meludah.
"GUE PERGI. DASAR PEREK JUAL MAHAL!"
Wanita itu hanya menangis sesenggukkan. Kenangan masa lalunya membuncah keluar. 
Pembantu. Drajat. Malam hari. Tanggal Lima belas. Bayi.
Nak, ini ibu..