Bagi orang-orang yang mengenalku, mereka tahu bahwa aku adalah orang yang memiliki selera humor yang unik. Kadang aku kedapatan tertawa pada hal-hal yang sepertinya sama sekali nggak lucu. Begitu juga sebaliknya, teman-temanku kadang tertawa di saat aku pikir yang ada di depan mata sama sekali nggak ada dampaknya.
Pun dengan stand up comedy (komedi berdiri). Sedari dulu, ketika sedang booming-booming-nya konsep melawak semacam itu di berbagai platform, tak sekali pun ada yang persisi bikin kutertawa. Kalau cuma senyum-senyum masam sih mungkin pernah. Akan tetapi, untuk terbahak bersama? Eits. Jangan dulu! Jauh api dari panggangan.
Jadi, ketika tiba-tiba Za, teman kuliahku mengajak nonton show Raditya Dika yang ada di Palembang, aku sangsi.
“Lucu, Bim! Dijamin!” Za memberi garansi.
Saat itu posisinya aku lagi pusing mikirin banyak hal. Ajakan itu datang begitu saja menjelang tengah malam. Karena capek dan malas mikir macam-macam, aku pun memberi jawaban paling klasik ketika berhubungan dengan seseorang, “Aku ikut aja.”
Rupanya perkataan itu ditanggapi serius oleh Za. Tak butuh waktu lama, ia mulai mengirimkan tangkapan layar. Dua tiket pertunjukkan Raditya Dika berhasil ia beli dengan susah payah.
“Jangan nggak datang!” Za mengancam. Aku garuk-garuk kepala.
Bohong jika aku bilang aku tidak mengenal Raditya Dika. Aku sudah tahu tentangnya ketika ia dulu masih jadi penulis komedi buku terbitan Gagasmedia. Dulu, sebagai seseorang yang hobi menulis, meski tak sesuai dengan style yang kupunya, aku pun membaca karya-karyanya. Tak ayal dari Kambing Jantang hingga Marmut Merah Jambu habis kubaca. Dari tulisan-tulisannya, aku bisa menilai humor yang disajikannya itu segar untuk ukuran buku novel kebanyakan. Ia adalah pioneer novel keseharian yang mendadak meledak. Raditya Dika sebagai seorang penulis bagiku adalah seseorang yang cerdas bermain kata.
Saat ia fokus ke dunia youtube dan perfilman, aku sudah jarang mengikuti kabarnya. Beberapa waktu kadang aku nonton beberapa videonya di youtube. Dan itu cukup menarik bagiku, meski kembali lagi, not my cup of tea. Tapi, hal buruk yang bikin trauma aku rasakan ketika menonton film-nya bertajuk The Guys. Rasanya, dari lima menit pertama aku pengin keluar saja. Jadilah, aku bertaruh dengan diri sendiri, Ketika Za mengajakku kembali menonton lawakan Radit, aku mulai berpikir. Apakah Radit akan membawaku ke sosok penulis atau youtuber/perfilman lagi?
Tiket Show Raditya Dika. |
Magnet yang Bernama Raditya Dika
Acara lawakan berdiri Raditya Dika diadakan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 22 Februari 2020. Aku dan Za membeli tiket pertunjukan pertama di jam 2 siang. Di Palembang sendiri mulanya Raditya Dika hanya melakukan dua kali show pada pukul 14.00 dan show kedua pukul 18.00. Namun, karena antusias Palembang, show ditambah keesokan harinya menjadi 4 show dengan waktu yang sama juga.
Saat itu, Za udah datang dari pagi. Ia tinggal di Pendopo, kurang lebih lima jam perjalanan dari Palembang. Za ini fans tingkat akut dari Radit. Jadi nggak heran ia bela-belain datang meski jaraknya jauh nauzubillah. Pukul sepuluh, aku dan Za sudah berkumpul bersama di salah satu mal kota Palembang. Berdasarkan informasi, venue akan dibuka pukul 12 siang. Jadilah, untuk membunuh waktu, kami jalan-jalan terlebih dahulu.
Pukul sebelas, aku dan Za mulai menuju venue yaitu Hotel Aston Palembang. Saat baru masuk ke dalam parkiran, kami sudah mlihat banyak anak muda yang bergerombol di samping hotel. Kami kira awalnya kami kepagian! Eh ternyata... udah ramai sangat, euy!
Ramai yang antri tukar tiket. |
Holding room sebelum masuk ke venue. |
Katanya ada 700 orang yang dialokasikan untuk show pertama. Semuanya berbaris rapi di sisi Grand Ballroom Aston Palembang. Buat kalian yang ingin menonton juga nih, aku kasih beberapa tips!
- Pastikan telah mengunduh tiket elektronik yang kalian dapatkan ketika membeli tiket. Aku lihat ada beberapa yang mencetaknya. Itu bagus sih, tapi biar lebih efisien, unduh saja dan simpan di ponsel. Usahakan tidak mengunduh di sana, ya. Soalnya kita kan nggak tahu jaringan internetnya gimana. Malah nanti mengganggu yang lain dan bikin antre lama.
- Siapkan KTP dan identitas penunjang! Karena ini show-nya untuk 17++ otomatis KTP diperlukan untuk memverifikasi usia kalian. Nantinya semua akan diperiksa oleh petugas. Kalau nggak bawa, bisa batal nonton, loh!
- Pastikan semua orang yang terdaftar di tiket yang dibeli hadir! Ini nih salah satu yang bikin lama pas kemarin. Kehadiran ini untuk mengkonfirmasi semua orang memiliki dua syarat di atas. Dan juga untuk menghindari calo-calo yang bertebaran. Jadi, kalau belum datang semua jangan antre dulu, ya!
- Usahakan makan dan minum terlebih dahulu. Show Raditya Dika ini sama sekali tidak memperbolehkan adanya makanan dan minuman di dalam ruangan. Dan karena shownya lumayan lama (+ waktu antre masuk venue), otomatis kadang bikin lapar dan haus. Buat lebih menikmati, mending makan dulu deh. Perut kenyang hati riang semua senang!
- Selesaikan urusan terlebih dahulu baru antre! Ini yang kami rasakan kemarin sih. Jadi, kami salat terlebih dahulu di saat orang-orang lebih memilih antre masuk venue. Nah, semuanya jadi nggak enak ketika emang beneran masuk venue tapi banyak orang yang ingin keluar lagi untuk sekadar salat atau buang air kecil. Sementara pintu beneran ditutup tepat waktu. Dari pada terlewat atau nahan-nahan, mending selesaikan urusan duluan, kan?
- Dengerin panduan yang diberikan oleh pihak panitia. Setiap acara mempunyai SOP-nya masing-masing. Dan kita sebagai penikmat pertunjukkan sudah sepatutnya untuk menghormati dan menaati semua yang telah disepakati. Jangan coba-coba mengingkari, ya! Urusannya bisa sampai ke ranah hukum, loh!
Yap, itulah tips yang bisa aku kasih! Lantas gimana pertunjukkannya, nih?
Cinta ala Raditya Dika
Pertunjukkan dimulai dengan pembuka dari Mosidik selama kurang lebih sepuluh menit. Selanjutnya selama satu sampai satu setengah jam kemudian, Raditya Dika mengambil alih. Aku sama sekali tidak ingin membahas apa saja yang diceritakan oleh mereka. Di sini aku hanya akan menceritakan responku saja.
Menurutku, Cerita Cinta yang dibawa oleh Raditya Dika adalah salah satu lawakan yang cukup matang. Well, again, Raditya Dika is not my cup of tea, tapi di beberapa bagian aku bisa sampai tertawa terbahak. Banyak LOL momen yang bikin perut tergelitik. Pun dengan cerita yang diberikan itu segar, nggak daur ulang dari bit-bitnya yang kutonton selama ini. Di sini, aku melihat Raditya Dika bukan lagi sebagai penulis dan youtuber atau bahkan pembuat film. Di sini, Raditya Dika bersinar jadi seorang pelawak komedi.
Bersiap menonton. |
Full House! |
Raditya Dika menanggalkan imej-nya sebagai seseorang yang ‘bersih’. Label 17++ wajar disematkan karena jokes-jokesnya memang mungkin dapat dicerna hanya karena ya orang yang dewasa. Dari awal, ia tidak menahan diri. Interaksinya ke penonton sukses bikin lawakannya jadi lucu, ya setidaknya bagiku. Dan yang kusuka, meski banyak lawakan yang cukup dewasa, Radit tidak lupa menyelipkan makna. Ya, makna inilah yang pada akhirnya membuat kita berpikir bahwa sesungguhnya lawakan-lawakan sebelumnya adalah cara Radit menertawakan dirinya sendiri. Cerita cintanya sendiri.
What you get. Nanti ini dijelasin fungsinya apa saja! |
Paruh kedua yang paling ditunggu. Seperti yang dapat disimak di kanal youtubenya, Raditya Dika akan membacakan kisah cinta para penontonnya. Again, aku rasa Radit mampu membawakannya dengan berani. Meski kuyakin, beberapa jokes yang ia beri bukan murni cerita cinta penonton, tapi aku ya mencoba menutup mata, Pada akhirnya, pertunjukkan dua jam itu berubah jadi sebuah pengalaman yang menyenangkan.
Nah, jika orang tanya, apakah aku menyesal menontonnya? Aku akan menjawab tidak. Sama sekali tidak. Aku dan Za sepakat meski beberapa nggak terlalu lucu bagi kami berdua, tapi sensasi menonton langsung Raditya Dika adalah sebuah pengalaman yang bikin bahagia. Dua jam jadi sama sekali nggak terasa.
Serius menunggu perform. |
Di sini, aku bisa melihat dan paham mengapa banyak orang yang mengidolakan sosok satu ini. Raditya Dika lewat lawakannya bukan hanya semata-mata ingin orang tertawa. Namun, lebih dari pada itu, ia hanya ingin bercerita. Tentang hidupnya, lingkungannya, dan kisah cintanya. Sebuah cerita biasa yang mungkin juga dirasakan oleh semua orang.
Cheers!