Bagi
yang telah mengikuti media sosialku, beberapa hari ke belakang, aku sibuk
membagikan postingan kegiatanku ‘liburan’. Yap setelah terpilih jadi salah satu
pemenang #IteneraryContest yang diadalkan oleh travel agen daring Pigijo,
akhirnya aku dapat menyambangi kampung halamanku: Yogyakarta.
Seperti
yang kubilang sebelumnya, Yogyakarta adalah sebuah tempat yang memiliki ruang tersendiri
di hatiku. Sedari kecil, aku sering sekali mudik ke daerah ini sebab kakek dan
nenek tinggal di Magelang, Jawa Tengah. Ya, meski di Jawa Tengah, namun tetap
liburannya lebih dekat ke Yogyakarta. Jadilah, ketika tahu aku akan singgah
kembali ke sini, hatiku langsung girang.
Hal
pertama yang kulakukan tentu menyusun jadwal. Aku memutuskan untuk hinggap di
daerah ini hanya selama tiga hari. Pertimbangan kesibukanku ditambah hal lain
mempengaruhi durasiku menetap. Dan kurasa tiga hari adalah waktu yang cukup
untuk melakukan itu semua. Namun, di sinilah pertanyaannya muncul: mau ke mana?
Tentu tempat wajib seperti Candi Borobudur pasti kukunjungi mengingat setiap
kali ke Yogyakarta pasti tempat itu kusinggahi. Namun, selebihnya aku tidak ada
pikiran apapun. Ini adalah kali pertama aku merasakan ‘liburan mendadak’
ditambah kali kedua ‘liburan sendirian’.
Dan
akhirnya, aku pun memutuskan untuk menyewa seorang travel assistant dari
Pigijo. Plus rental mobil. Dua opsi ini kupilih mengingat waktuku yang singkat
di Yogyakarta dan kemudahan akses ke manapun
yang aku mau. Jadilah, di aplikasi Pigijo, banyak pilihan TA yang
mumpuni. Setelah lama memilih, pilihanku jatuh ke Mas Ghaufar. Kami pun
dihubungkan oleh Pigijo lalu bertukar sapa lewat media tukar pesan. Dan kamipun
akhirnya sepakat untuk bertemu di bandara.
Jika
hari pertama aku hanya ingin mengunjungi Candi Borobudur dan tempat hits di
sekitaran Magelang, hari kedua aku lebih memilih untuk mengambil paket langsung
dari Pigijo. Ya One Day Tour Yogyakarta ke Prambanan, Lava Tour, dan Museum
Ulen Sentuni kupilih sebab aku sama sekali belum pernah mengunjungi ketiganya.
Eh, Prambanan pernah dulu sewaktu ramai. Jadilah hari kedua aku tidak ingin
bersusah payah sebab semua sudah ditanggung oleh paket tur termasuk tiket masuk
obyek wisata, makan dua kali, hingga tur guide dan transportasi. Mudah bukan?
BIKIN JANTUNGAN
Pesawatku
terbang dari Palembang pukul 8.20. Dan menurut perkiraan pilot, pesawat kami
akan tiba pukul 9.50 dengan waktu tempuh satu setengah jam. Dan sesuai jadwal
itu, aku dan TA-ku sudah menyusun jadwal ingin ke mana saja. Namun, manusia
hanya bisa berencana, bukan? Berkat lalu lintas udara yang tinggi, aku baru
bisa mendarat hampir pukul sebelas. Satu jam lebih di udara kota Yogyakarta
bikin jantungan!
Jadilah,
setelah landing, aku langsung menemui
Mas Ghaufar. Ia adalah TA yang juga seorang mahasiswa di Yogyakarta. Dan untuk
mengisi waktu, ia bekerja sambilan jadi pemandu wisata. Bersama Mas Ghaufar dan
mobil sewaanku (yang diambil sebelumnya oleh Mas Ghaufar di rental) kami
langsung memelesat menuju Magelang. Karena siang tiba, sebelum menuju tempat
utama yaitu Candi Borobudur, kami mengisi tenaga di tempat makan rekomendasi
Mas Ghaufar. Hasilnya, sop kacang merah dan iga ditambah gorengan habis aku
lahap. Top deh!
Setengah
tiga sore, kami baru beranjak ke Borobudur. Meski sudah sering kali ke tempat
ini, namun bagiku Candi Borobudur selalu menjadi tempat yang magis. Aku tidak
pernah bosan mengunjungi 10 Bali Baru yang dicanangkan pemerintah Indonesia
ini. Bagiku, Candi Borobudur memiliki cerita yang yang ada di sela reliefnya. Pun
dengan suasana yang elok memanjakan mata. Sayang, saat kami ke sana, mendung
sedang datang. Alhasil fotoku gelap semua.
Selanjutnya,
Mas Ghaufar mulai bertanya: aku mau ke mana. Dengan mantap, ia memberiku dua
pilihan: Puthuk Setumbu atau Bukit Rhema. Dalam jadwal yang kami buat, keduanya
seharusnya dapat kami kunjungi secara bertahap. Namun tampaknya semesta tidak
mendukung. Awan gelap mulai menutup. Jadilah, aku pun memilih Bukit Rhema
sebagai tujuanku.
Mobil
kami melaju cepat menyusuri jalanan kampung. Selama perjalanan itu kami berdua
bercerita banyak. Tentang jalan-jalan, obyek wisata, hingga Yogyakarta. Semuanya
mengalir lancar tanpa hambatan apa-apa. Setibanya di Bukit Rhema, perjuanganku
dimulai. Ternyata. Harus. Jalan. Menanjak. Gila! Dari Borobudur sudah lelah
ditambah menanjak ke Bukit Rhema. Lengkap sudah.
Jadilah
yang seharusnya ke Bukit Rhema bisa dicapai dalam 15 menit, aku memerlukan
waktu yang cukup lama. Dan selama itu, Mas Ghaufar setia menunggu. Hahaha. Dan
setibanya di atas, waktu menunjukkan pukul lima sore. Aku pun langsung berfoto
di tempat ikonik film AADC 2. Setelah masuk ke dalam pun aku baru tahu. INI.
BUKAN. GEREJA. AYAM! Ya, aku salah sangka! Ini berbentuk merpati. Aku jadi ketawa
sendiri.
Kami
pun kemudian menuju ke lantai dua. Sayangnya, karena sudah sore, ruang doa yang
ada di bawah tanah ditutup. Kami pun santai sejenak di kafe lantai dua,
menikmati singkong gratis ditambah semilir angin petang. Namun tetap, awan
kelabu menerjang. Setelah puas, kami beranjak menuju kepala sang merpati.
Ternyata, kami harus melewati kurang lebih lima tangga untuk mencapai puncak!
Yak, menanjak lagi! Kaki rasanya udah pengin patah. Namun demi melihat tempat
hits kekinian, semua dilakukan!
Nah,
tur kami berhenti setelah dua tempat itu. Mas Ghaufar mengantarku kembali ke
hotel ketika malam menjelang. Ya, meski hanya dapat dua tempat dari seabrek
jadwal yang kami buat, namun aku sama sekali tidak menyesal. Ditemani seorang
pemandu wisata ternyata berguna juga bagi orang yang jalan sendirian! Rekomen!
MENYUSURI MASA
LALU
Setelah
puas berkeliling kemarin, kali ini hari kedua aku ditemani Mas Lucas. Dari pket
yang kubeli di Pigijo, aku menghubungi Mas Lucas dan janjian untuk bertemu di
hotelku pukul delapan. Meski badan rasanya sakit semua, namun hari ini aku excited. Ini adalah kali pertama aku
bakalan ikut Lava Tour. Kata orang-orang sih, hal ini sangat menyenangkan.
Tepat
pukul delapan, Mas Lucas sudah anteng di depan hotel. Kami pun bertukar sapa. Berbeda
dengan Mas Ghaufar yang seumuran sehingga bisa membahas apa saja, aku dan Mas
Lucas mengobrol banyak tentang sejarah dan wisata Yogyakarta! Bahkan, Mas Lucas
mengajakku ke candi-candi yang tidak ada di paket tur yang diberikan! Senang!
Pemberhentian
tur ini paling utama di Candi Prambanan. Setelah memberikan karcis, Mas Lucas
kemudian menyuruhku untuk ke dalam. Ya, aku. Sendirian. Jadilah, bersama
orang-orang yang berlibur ke sana, aku menyusuri satu per satu candi hindu
terbesar di Indonesia ini. Dan lagi-lagi aku takjub. Bagaimana sih orang di
masa lalu bisa membangun bangunan seindah ini? Aku sampai tak habis pikir. Aku
menyusuri Candi Prambanan kurang lebih dua jam dan menemukan Mas Lucas di pintu
keluar. Dan tibalah, yang aku tunggu-tunggu! LAVA TOUR!
Eitsss...
Mas Lucas nampaknya belum puas. Ia mengajakku terlebih dahulu ke Candi Kembar.
Beliau bercerita banyak bagaimana candi ini jadi saksi awal kemahsyuran tanah
Jawa, simbol dua agama hidup berdampingan dengan aman. Aku pun tidak menolak.
Tambahan bonus yang menyenangkan!
Barulah
setelah puas berkeliling, kami akhirnya menuju kaki merapi. Jadi, menurut info
yang kubaca, lava tour ini adalah perjalanan menggunakan jeep untuk menyusuri
bekas-bekas lava dan lahar letusan Gunung Merapi beberapa tahun silam. Wisata
ini diadakan untuk mengingatkan betapa dahsyatnya pengaruh bencana itu terhadap
alam sekitar. Wah! Aku semakin penasaran!
Setibanya
di lokasi, aku tidak langsung naik Jeep. Aku lebih memilih mendinginkan badan
terlebih dahulu di kedai kopi merapi, mencicipi Signature Kopi Arang yang
terkenal itu. Setelah makan siang, barulah aku diberikan ke Pak Kumis. Beliau
adalah supir Jeep-ku sekaligus pemandu. Bersama Pak Kumis, aku mendengar banyak
kisah. Tentang Merapi dan mimpi-mimpi.
Tujuan
pertama Lava Tour adalah Museum Mini. Tempat ini memberikan pengalaman yang
pahit bagiku. Di sini, berbagai barang peninggalan erupsi merapi dahulu
terlihat mulai dari bangkai binatang yang tinggal tulang-belulang hingga
peralatan rumah tangga yang meleleh. Ini menggambarkan bagaimana dulu saat
erupsi, panas yang diterima itu dapat membumihanguskan perkampungan ini. Aku
pun jadi teringat kakek dan nenek yang dulu berdua menghadapi bencana ini. :(
Di
tempat kedua, ada bongkahan batu besar di pinggir jurang tinggi yang menyerupai
wajah manusia tersaji. Batu Alien, mereka menyebutnya. Batu ini merupakan
material yang terbawa dari atas gunung yang melewati sungai-sungai di samping
tebing. Namun, karena bentuk sungainya berbelok, material-material itu lalu
menghujani wilayah Batu Alien sehingga membuat gundukan bukit batu yang
gersang. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan saat orang-orang berlindung
dari serangan ini.
Di
tempat terakhir, Bunker, satu kisah menyedihkan terjadi. Bunker ini dulunya
dibuat sebagai perlindungan saat adanya bencana awan panas. Namun, saat erupsi
tahun 2010 lalu lahar dingin yang menyergap. Dua orang terjebak di dalam dengan
muntahan Merapi yang dahsyat. Alhasil keduanya tak bisa diselamatkan. Kadang
cerita-cerita seperti inilah yang membuatku bergidik. Lewat tur yang seperti
ini aku akhirnya menyadar bahwa alam maha dahsyat mengubah semuanya. Dan lewat
Merapi alam mulai berbenah.
Aku
menyelesaikan tur pukul 4 sore dan langsung menuju Museum Ulen. Aku sama sekali
tidak ada bayangan ini museum tentang apa. Di internetpun informasi dan
gambarnya minim. Barulah setelah masuk museum aku tahu, tempat ini adalah
museum swasta yang menjelaskan tentang dinasti mataram: Keraton Yogyakarta dan
Solo. Semuanya tersaji lengkap. Ditemani pemandu, selama satu jam kita akan
dibawa berkeliling melihat silsilah keluarga, peninggalan sejarah, hingga minum
jamu awet muda. Sayangnya, di museum ini kami sama sekali tidak boleh berfoto.
Tapi, isi seru banget!
Setelah
selesai, Mas Lucas pun mengajakku makan sebagai penutup tur. Bakmi Pak Pele
dipilih setelah kurang lebih satu jam turun dari wilayah atas ke perkotaan.
Apalagi di alun-alun utara Mas Lucas mengajakku lesehan sambil melihat serabut
oranye di langit. Menenangkan sekali!
Hari
itu ditutup dengan Mas Lucas kembali mengantarku ke hotel. Dan selama
perjalanan itu kembali aku merasa bahwa aku sama sekali tidak menyesal
mengambil trip ini. Dua hari di Yogya membuka mataku akan banyak hal. Aku pun
dapat merasakan pengalaman baru lewat tur-tur yang diberikan pun dengan teman
baru yang jadi kawan seperjalanan.
Terima
kasih Pigijo untuk dua hari yang menyenangkan!
Cheers!