Wayang Era Globalisasi

Wayang adalah salah satu kesenian yang asing bagi telinga saya. Walaupun yang saya tahu bahwa nama saya adalah salah satu karakter pewayangan, wayang tetap asing. Jelas, saya yang tinggal di Sumatera Selatan tentu tidak begitu mengenal kesenian yang sudah diakui UNESCO sejak 7 November 2003 sebagai warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur. Waw! (Saya baru tahu) Walaupun orang tua saya asli Magelang, Jawa Tengah, Beliau juga jarang bercerita tentang wayang. Beda jika Beliau ditanya tentang resep masakan Palembang, Beliau akan senang hati menjelaskannya panjang lebar.

Tapi bukan itu yang saya ingin bahas. Beberapa waktu ini, saya 'dipaksa' untuk mengenal wayang. Apapun tentangnya. Bermula dari lomba yang diadakan oleh Festival Dalang Bocah, saya jadi mencari info tentang dalang kemanapun. Termasuk menanyai kakek saya yang ada di Magelang. Semakin saya dapat satu info, saya mengubrak-abrik mesin pencari untuk mendapatkan kebenarannya. Lalu semakin lama, saya rasakan candu. Bagi saya pribadi, mempelajari semua hal itu mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, di sinilah tantangannya. Saya tertarik untuk mencoba. Dan saya baru saja mengetahui kalau Palembang memiliki wayang!


wayang palembang
 sumber : palembangbari.blogdetik.com
Dan berdasarkan observasi saya, izinkan saya menyampaikan beberapa hal yang mengganjal pikiran saya. Semua ini murni opini dari bocah ingusan yang menginginkan wayang tetap ada. Setidaknya untuk masa-masa mendatang. Saya tidak ingin sok tahu, karena saya memang belum tahu dan saya berusaha untuk tahu.

Berbicara masalah wayang, seperti yang saya katakan sebelumnya, keberadaannya sangat "langka". Saya bahkan tidak pernah menyaksikan wayang baik di TV ataupun pertunjukkannya di Palembang. Saya sebagai generasi muda, tidak pernah menonton wayang? Sungguh miris, bukan?

Pertanyaannya adalah, keadaan seperti ini, siapa yang patut disalahkan?

Jawabannya, tidak ada. Kita semua salah oleh keadaan. Ada beberapa poin pokok yang saya lihat berpengaruh dari langkanya pertunjukkan wayang kita yaitu, kemasan pewayangan, regenerasi, dan kurangnya tingkat apresiasi. 

Kemasan pewayangan Indonesia menurut saya terlalu terkesan monoton. Walaupun kata pepatah, don't judge a book by its cover. Tapi, untuk membeli sebuah pertunjukkan, kita juga harus melihat tampilannya agar jadi tertarik, bukan? Ntahlah, dari beberapa video yang saya lihat, terlepas dari saya yang ingin mempelajarinya, (pengakuan) saya sedikit agak bosan. Bukan, saya bosan. Tampilannya terkesan itu-itu saja. Bagi kaum awam, pertunjukan seperti itu terkesan tidak menarik. Lantas, bagaimana membuatnya jadi lebih menarik?


Sebenarnya perkembangan wayang sangat memungkinkan untuk menjadikannya lebih menarik. Kita hanya perlu memberi bumbu-bumbu modern namun tetap tidak keluar dari konteks pewayangan itu. Mungkin kita dapat menambahkan beberapa special effect seperti suara, tampilan latar, dan atau kemasan secara keseluruhan. Dengan hal-hal seperti ini, wayang akan terkesan lebih mewah dan berkelas. Selain itu juga, dalam pentas wayang mungkin bisa menyoroti isu-isu yang sedang hangat di masyarakat, sehingga mudah dimengerti bagi semua orang.


Poin kedua adalah regenerasi. Bisa dibilang, regenerasi dalang yang memegang peran penting dalam pewayangan itu masih kurang. Apalagi melihat perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat. Jangankan para ABG, anak-anak pun sudah dimanjakan dengan berbagai gadget serta mainan yang modern yang mengakibatkan mereka jauh dari seni tradisional. Seni ini dianggap kolot dan tidak up to date. Hal inilah yang membuat proses regenerasi jadi terhambat.


Namun, langkah besar diambil oleh sebagian penggagas event festival dayang bocah. Mereka adalah orang-orang yang tidak rela seni tradisi mereka ditelan oleh peradaban modern. Festival ini memunculkan dalang-dalang cilik untuk tetap melestarikan kebudayaan Indonesia yaitu wayang. Setidaknya masih ada anak-anak yang peka dan peduli. Regenerasi ini sangatlah penting mengingat situasi yang telah saya sebutkan tadi.


Event-event seperti inilah yang harus tetap dijaga agar ada generasi-generasi lainnya yang melestarikan. Selan itu juga, peran orang tua sangat penting. Jangan seperti orang tua saya tadi (Piss ^^v mama papa), setidaknya orang tua bisa memperkenalkan budaya Indonesia, apapun bentuknya, ke anak-anaknya agar anak-anak bisa mengetahui, mengenal, dan bisa ikut peduli serta mengambil bagian dalam pelestarian budaya Indonesia. Bukankah di budaya-budaya itu juga mengandung nilai-nilai yang baik bagi perkembangan anak-anak?


Dan terakhir, tingkat apresiasi. Apresiasi wayang di Indonesia itu sangatlah kecil. Misalnya untuk acara televisi saja, hampir tidak pernah menayangkan pertunjukan wayang. Bila pun ada pertunjukkan wayang, hanya untuk acara tertentu. Kebanyakan orang bila dihadapkan pada pilihan menonton dangdut atau wayang, maka akan banyak yang memilih dangdut. Mengapa? Karena tingkat apresiasi penonton wayang itu masih rendah. Ada yang menonton wayang karena terpaksa, ada juga yang mengantuk hingga ketiduran, tak jarang hanya diam dan menganggap murahan. Hal ini dikarenakan mereka masih belum menemukan sisi menarik dari wayang. Dan pemerintah dan orang-orang yang berkepentingan harus bisa mensosialisasikan dengan gencar tentang wayang agar penonton juga merasa tertarik mempelajari dan mengapresiasi wayang. 


Bila semua itu bisa dilakukan, saya rasa wayang akan kembali menjadi tontonan banyak orang. Dunia saja mengenal wayang, masa kita tidak wahai para generasi bangsa? :)




Tidak ada komentar

Posting Komentar