Di Balik Dua Puluh Dua~

"Sudah kuduga, aku benci hari ini!" Aku menggerutu kesal sembari berjalan cepat menuju keluar dari kafe.

"Kenapa tidak ada satupun orang yang megerti sih!" 

Bukan tanpa alasan aku membenci angka kembar. Aku lahir tanpa ibu. Atau dengan kata lain, aku adalah penyebab ibuku meninggal. Ayah memperlakukanku dingin, seolah-olah aku adalah pembunuh orang yang paling dikasihinya di dunia ini.

Untuk itulah aku benci dua puluh dua. Aku benci angka kembar. Aku benci semuanya.

Dan hari ini, sudah kuduga, angka sial akan selalu membayangi hidupku. Roni, yang notabene tahu tentang ketidaksukaanku terhadap angka-angka itu mendadak amnesia. Cincin yang digunakannya untuk melamarku ternyata sama. Tidak ada beda.

Kau kira aku jahat?
Tidak sama sekali.

Buktinya aku sudah rela menerima perbedaan kami yang berjarak sebelas tahun; satu-satunya angka kembar yang aku toleransi.
Tebak karena apa?
Karena CINTA!

Tapi apa yang kudapat? Roni mempermainkanku. Dan baru kutahu bahwa ia sudah punya dua puluh satu isteri. Dan aku akan menjadi yang kedua puluh dua? 
Tidak akan bisa.
Cinta juga harus bisa melihat mana yang masuk akal dan tidak.

Aku membuka mobil lalu melompat masuk. Mendadak, dua orang berpakaian hitam dan mengenakan topeng mengambil tempat di sebelah kursi kemudi.

"SERAHKAN MOBIL INI!"

Aku tergagap. Seketika perasaan takut menjalar.

"AP... APA YANG MAU KA... KALIAN LAKUKAN?"

"DIAM, DAN CEPAT KELUAR!"

Aku yang sudah terlalu takut langsung keluar dari mobil. Lututku lemas melihat mobil itu menjauh.

***
Sudah kubilang aku benci dua puluh dua.
Setelah kehilangan cinta, mobil juga melayang.

Aku menggerutu kesal. Kejadian tadi sudah kuaporkan pada polisi, dan apa yang kudapat; mereka hanya bilang tunggu sampai dua puluh empat jam.

Dan fix! 
Dua puluh empat jadi angka sialku selanjutnya.

Aku berjalan gontai menuju rumah. Lagi-lagi, suasana gelap yang ada. Ayah pastilah sedang berada di kamar, menciumi foto ibu, menangis sepanjang malam dalam diam.

Aku membuka pintu rumah dan akhirnya mataku terbelalak, telingaku mendadak terlalu peka.

"SELAMAT ULANG TAHUN, SAYANG. AKU TADI DISURUH TEMEN-TEMEN KAMU BUAT NGERJAIN. AKU GAK PUNYA ISTRI KOK. DAN INI BUATMU." Roni menyerahkan cincin yang jauh berbeda dari tadi. Dan. Tidak. Kembar.

Meri, sahabatku, sontak memelukku. "Tadi kami yang mencuri mobilmu. Tenang saja, semua aman," dia mengacungkan jempolnya.

Secara bergantian, semua orang memelukku erat. Baru kali ini aku tidak tahu apa yang aku rasakan.

Sampai aku melihat dia...

Ayah...

"Selamat ulang tahun. Ibumu pasti bangga melahirkanmu..."

*** 

Selamat ulang tahun...
Kami ucapkan...
Selamat panjang umur...
Kita kan doakan...

3 komentar

  1. haloo... saya baca beberapa tulisan kamu, daaan... sukaa.. ceritanya sederhana tapi asik! :D

    BalasHapus
  2. thanks a lot bim. you know how much i love 22 :)

    BalasHapus