Ketika Banjir Menghadang :D

"Namanya juga manusia. Yang dia punya hanya kenangan."

Mau repost catetan FB. Pengalaman yang gak pernah saya lupakan. :D

***


Jumat, 22 April 2011

Pagi yang indah. Ya, memang indah. Pagi hari ini, semua beban seakan terlepas karena Ujian Nasional sudah selesai. Bagiku, aku ingin menikmati hari ini. Pikirku, aku ingin menikmatinya dengan bersenang-senang sesuai dengan rencana yang kubuat. Namun, ya apa mau dikata. Keadaan mengharuskan aku untuk memntingkan kepentingan sekolah. Nari. 

Pagi, aku bangun. Setelah semalam berkutat dengan otak malasku, pagi ini aku rasakan segar merasuk tubuh. Aku senang. Ya, aku senang.

Agenda yang kususun adalah pergi latihan nari, trus malamnya pergi dengan orang tuaku untuk membeli perlengkapanku dan adikku. Sebelumnya sudah terbayang betapa senangnya hari ini.

Namun, moodku berubah karena ada sesuatu yang bermasalah. dan tampaknya saya akan skip tentang ini. Pokoknya, ya seperti itulah. 

Kejadian pertama yang membuat hari ini berbeda. Semua terlihat normal saat aku bergegas pulang dari rumah Fatty Maulidira. Aku seperti biasa mengendarai si biru, motorku. Sementara kedua temanku, Akram dan Ramdani mengendarai motor milik Akram. #halah dak penting ! :p

Nah, situasi abnormal saat hampir tiba di simpang 3 pasar sekip. Sebuah motor matic biru dengan cepat menyalip motorku. Untuk kejadian biasa sih itu wajar, tapi ini tidak wajar karena di depan aku terjadi ya sedikit kemacetan. Ntah orang tersebut tidak tahu atau pura2 tidak tahu, dia tetap melajukan kendaraannya dengan sangat cepat dan tiba-tiba ''BRAAAKK'' tepat depan mataku, hanya berjarak kurang dari satu meter, motor biru jatuh. Ramdani yang berada di depan motor tersebut melihatku, sementara aku langsung mengerem mendadak, menjaga motorku agar seimbang. Ntah, perasaanku campur aduk. Antara bahagia krna selamat dari kecelakaan tersebut, cemas, dan semuanya. Dengan perasaan dag-dig-dug aku yang melihat kejadian itu tertegun. Setelah beberapa detik, aku sadar dan menjalankan kembali motorku. Di depan, Akram dan Ramdani menungguku. Aku yang masih shock hanya bisa berujar, "Alhamdulillah". Aku tidak tahu lagi nasib orang yang jatuh tersebut, namun seketika dari sampingku, ku lihat motor biru itu kembali melaju. Dan kau tahu, tetap dengan kecepatan yang tinggi. Hah, tidak belajar dari kesalahan sebelumnya. -,-

---------------------------------

Huh. Setelah menanggalkan semua pikiranku tentang kejadian tadi siang, aku bergegas untuk pergi. Ya, waktu menunjukkan pukul 18.00. Namun, tampaknya alam berkata lain. Kulihat, kilatan petir menari-nari diiringi musik yang didengungkan hujan rintik. Keadaan itu memaksa papaku untuk membatalkan rencana malam itu. Kecewa memang. Namun, apa mau dikata. Tetapi, tanteku kemudian memaksa kami untuk tetap pergi. Dan akhirnya setelah berdebat panjang, kami memutuskan untuk pergi. 

Senang. Ya, memang sangat senang. Kami makan di restoran cepat saji di sebuah mall terkemuka di Palembang. Setelah puas menyantap hidangan, mama mengajak saya dan adik saya membeli sepatu, baju, dan jaket. Tak ku pedulikan lagi alam yang tadi menggangguku. Yang aku ingin, malam ini aku mengambil timbal balik waktuku yang kuhabiskan saat ujian waktu itu.

Tapi, aku salah. Aku tak menyangka bahwa diluar hujan sudah jatuh dengan deras. Waktu saat itu menunjukkan pukul 21.20. Aku pun bergegas mengajak semuanya untuk pulang. Lalu, diputuskan, mama dan adik perempuanku serta tante dan sepupuku menyewa taksi. Oom ku tetap menemani mereka. Aku dan adikku pulang. Ya, itu keputusan terbaik menurutku. 

Setelah berbincang mengenai rencana itu, aku dan adikku langsung menuju tempat parkiran. Ternyata hujan turun lebih lebat dari perkiraanku. Aku tidak bisa beranjak karena aku tidak ingin mengambil resiko. Seketika itu, mamaku menelpon adikku untuk kembali ke atas. Ya, kami pun menuju ke sana. Rupanya mama tidak tega membiarkanku dan adikku pulang saat itu karna cuaca yang tidak mendukung. Jadilah, aku menunggu sebentar hingga speaker (?) dari mall tersebut berbicara "Pengunjung yang terhormat. P*C mall hanya akan melayani anda dalam waktu 30 menit lagi. Terima Kasih" haduh. Saat itu saya merasa jengkel, tidak tahu apa kalau lagi hujan deras. -,- saya pun meyakinkan mama untuk tetap pulang. Dan akhirnya kami kembali ke parkiran.

Di parkiran, tetap kami tidak dapat berbuat apa-apa. Hujan terlalu sadis menyiksa kami. Kami hanya terduduk di sebuah pilar, melihat motor kami bermain riang bersama rintikan hujan. Rupanya, cukup banyak orang yang berteduh disitu. Salah satunya adalah seorang pemuda, sebut saja kumbang, juga menunggu reda hujan. 

Waktu menunjukkan pukul 21.55, ketika si kumbang berbicara, "Jam 10 malem nanti, parkiran ini sudah sepi, nanti lampunya dimatiin" aku hanya menjawab, "Iya, tadi aja orang di atas diusir lewat speaker" lalu, perbincangan aku dan si kumbang terus berlanjut hingga akhirnya dia memutuskan untuk pulang walau hujan tetap tidak menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti. Si kumbang menerobos parkiran dan dia pun berlalu.

Aku dan adikku tetap berada pada posisi yang sama hingga kami memutuskan untuk menerobos hujan seperti yang dilakukan kumbang. Sebelumnya, aku melihat sepasang muda-mudi - anggap saja Bang Kai dan Mawar - sibuk berbincang. Si Mawar menyuruh si Bang kai untuk membeli jas hujan di samping mall tersebut. Lalu, tampaknya si Bang Kai takut hujan. Dia lalu bersiul memanggil tukang ojek payung. Tapi, logika saja. Mana kedengeran -,-

Si Bang Kai lalu menyerah dan pergi menembus hujan ke toko tersebut. Saat dia pergi, aku dan adikku juga bersiap. Hingga aku, adikku, dan mawar berada pada satu barisan, dia berujar, "Mau kemana?" Aku jawab, "Pulang" "Kan masih hujan, beli aja jas hujan kayak pacarku disana itu" namun belum sempat aku jawab, adikku berujar, "Kami ga punya uang, mbak" GUBRAK ! Jujur banget adikku ini. Memang, pikirku aku tidak membawa uang karena unang berada di tangan mama. Haha. Daripada malu, kami pun menuju motor kami dan dengan tekad yang kuat, hanya satu tujuan kami. RUMAH.

Tak kusangka, perjalanan menuju rumah sangat berliku. Awalnya, aku dan adikku mengambil motor di parkiran dan menuju pintu gerbang di dekat RSS. Setelah keluar dari sana, astagfirullah. Jalanan banjir setinggi lutut. Aku, yang mengendarai sco*py takut dan cemas. Aku juga memikirkan nasib adikku yang membawa motor sendiri. Di tengah kebingunganku, ada seorang bapak-bapak berjas hujan kuning, -sebut saja Pak Ku- Pak Ku ini kemudian menceritakan keadaan jalan saat itu. Jadilah aku makin bimbang. Aku ingin menelpon orang tuaku, tapi penyakitnya, pulsaku habis. Jadilah, aku hanya terdiam dengan adikku tanpa berani masuk ke jalanan. Pak Ku bercerita bahwa banjir sangat besar. Mustahil motor dapat lewat. Ya, aku pun melihat banyak motor jadi korban, tidak bisa hidup (re : mogok). Bahkan mobil pun ada ! Keadaan itu terus statis hingga waktu menunjukkan pukul 22.30. Papaku kemudian menelepon dan mengatakan bahwa aku dan adikku harus menembus banjir saat itu. 

Berbekal pengarahan dari orang tuaku, perlahan aku melajukan motorku. Adikku berada di belakangku. Perlahan-lahan terus melaju. Hingga akhirnya, alhamdulillah, aku selamat. Adikku juga. Kami tidak mogok. Yeeee. kegembiraanku itu ternyata terlalu dini. Ku lihat genangan air kembali ada dan ini lebih tinggi. Berbekal rasa percaya diri karena telah berhasil melewati yang pertama, ku pacu motorku. Adikku tetap berada di belakang. Satu meter, dua meter tidak terjadi apa-apa. Tiga meter, gas yang ku pacu melemah. Empat meter, motorku mati. Gawat ! Aku menoleh ke belakang, motor adikku masih hidup. Ku suruh dia melaju duluan ke tempat tidak ada genangan air. Motorku lalu ku matikan mesinnya, aku turun dan... ya mendorongnya. Sekuat tenaga aku mendorongnya dan pertengahan saat aku mendorong, sandal yang ku pakai putus talinya. Aku yang tidak ingin terganggu, melepaskan saja sandal itu. Huhhh. Padahal sandal itu kenang-kenangan dari Jogja. -,- Aku pun kembali mendorong motorku hingga aku berhasil. Namun, masalahnya, bagaimana aku bisa menghidupkan motor ini? -,-

Pada akhirnya, ada seorang bapak -anggap saja Mbah Ik- memberikan aku tips-tips untuk menghidupkan kembali. Setelah itu, aku melakukan sama seperti yang disuruhnya dan akhirnya... HIDUP ! Motorku hidup. TERIMA KASIH MBAH IK ! TERIMA KASIH ! :'D

Setelah hidup, aku dan adikku bergegas untuk melanjutkan perjalanan. Ya, kau tahu, aku tidak lagi menggunakan sendal. Aku, bertelanjang kaki. Malu sih nggak. Yang penting pulang. :p lalu, Aku telah mengambil rute untuk lewat Sapta Marga, terus tembus ke Leki Pali. Namun, tidak semudah diatas kertas.

Pertengahan jalan sapta marga kami dihadang banjir. Setelah mendengar bahwa tidak terlalu dalam, kami pun maju. Dan tepat di 2 persimpangan, kami bingung. Kata bapak-bapak disitu, jika kami lurus, banjirnya sepinggang. Jika kami belok, banjirnya selutut, namun akan terjebak banjir 2 kali lagi. Kami bingung. Aku bingung. Aku kira penderitaanku berhenti sampai disana. Ternyata...

Dalam kebingunganku tersebut, terdapatlah seorang kakek-kakek yang mengenakan peci berwarna putih. Kakek tersebut -sebut saja Kek Ki- mengatakan kepada pengendara di depanku untuk mengambil jalan memutar. Aku yang mendengar itu lantas bertanya, lewat mana. Kata Kek Ki kami diharuskan lewat jalan disamping masjid. Aku yang tidak tahu jalan hanya mengikuti pengendara di depanku. Dan ternyata aku dan adikku melewati lagi banjir yang tadi telah kami lewati. Tak apalah, pikirku. Yang pasti aku ingin pulang cepat ke rumah. Namun, setelah lumayan jauh aku ikuti motor di depanku, aku baru sadar bahwa itu bukan pengendara yang diberikan jalan oleh Kek Ki. Aku pun kembali galau. Dan dalam kegalauanku, aku memutuskan untuk kembali ke tempat tadi. Dan, kau tahu, aku harus kembali melewati banjir tadi. -,-

Setelah kembali ke tempat semula, aku menunggu keputusan pengendara motor lain. Dan dari situ aku melihat pengendara yang sama nasibnya denganku -Kak Ku- Dia belum pulang ke rumah sejak hujan lebat tadi. Jadilah, aku dan dia berbincang dengannya kemana jalan terbaik untuk pulang. Di tengah perbincangan kami, salah satu warga sekitar menyuruh kami untuk melewati saja banjir tersebut karena tidak terlalu dalam. Lama berpikir dan melihat adikku yang sudah sangat kedinginan, aku menerima usul tersebut. Perlahan aku mulai melajukan motorku. Tepat di tengah genangan air, aku lihat ada kilau sinar berulang kali mengarah padaku dan pengendara lainnya. Dan kau tahu, cahaya itu berasal dari sebuah kamera. Sayup-sayup aku dengar, WARTAWAN DATANG MELIPUT ! haduh sempat-sempatnya, pikirku. Jadilah aku tetap melajukan kendaraanku hingga batas akhir genangan tersebut.

Setelah melewatinya, aku merasa lega, karena memang jarak rumahku tidak jauh lagi. Aku dan adikku lalu melaju lurus ke depan. Dan kau tahu, kami berhenti. Apa yang menghadang kami? Ya, banjir lagi !

Melihat itu, aku terdiam sejenak. Dan kemudian aku ingat jalan rumah teman-temanku. Aku ambil jalan memutar, dan aku menuju rumah temanku. Pertama rumah Sulistiani, aku lewat situ, kedua rumah Meiza Pratiwi. Lewat lorong kecil di depan rumahnya, aku pun langsung menuju lekipali. Dan ternyata di leki pali tidak banjir. Aku bersyukur. Perjalananku dan adikku ternyata lancar setelah itu dan akhirnya kami bisa mencapai rumah pukul +- 00.00. :)

1 komentar