Bulutangkis, Writingthon, dan Asian Games 2018: Catatan Perjalanan Writingthon


Sewaktu kecil, ada satu kegiatan yang Ayah saya lakukan tanpa luput tiap minggu: mengajak saya bermain (menonton) pertandingan bulutangkis. Saya masih ingat, tiap senin, rabu, dan kadang-kadang minggu, Beliau akan bersiap selepas magrib, mengenakan celana pendek olahraga beserta kaus berwarna senada sembari sesekali mengecek raket-raket dari dalam tasnya. Bila telah selesai, Beliau akan mengenakan sepatu olahraga berwarna cerah yang usang lalu memanggil saya dengan suara lantang untuk ikut pergi ke balai desa terdekat. Saat telah sampai, tanpa membuang banyak waktu, Beliau langsung bermain bersama teman-temannya, membiarkan saya yang kadang juga bermain bersama anak-anak lain yang bernasib serupa. Kegiatan ini berlangsung bertahun-tahun lamanya hingga pada satu ketika, kaki Beliau mengalami cedera dan mengharuskannya ‘gantung raket’.


Bergaya dengan raket kesayangan (dok. pribadi)

Patah hati? Tentu. Bagaimana sih rasanya kebiasaan yang biasa kita lakukan bertahun-tahun tiba-tiba hilang sirna begitu saja?

Namun, kecintaannya terhadap bulutangkis tak berhenti begitu saja. Saat musim pertandingan tiba, seolah ritual, Beliau akan duduk anteng di depan televisi sembari menyeruput teh manis. Ia tidak segan mengomentari semua pemain yang bertanding di lapangan. Terkadang, celetukan-celetukan yang lucu ditimpali dengan nada yang serius membuat ekspresinya bak arah angin yang sulit ditebak. Dan ketika ditanya apa yang amat ia sukai dari dunia bulutangkis, ia terdiam. Paling banter, ia akan menjawab, “Apa butuh alasan untuk mencintai sesuatu?”

Ya. Apa butuh alasan mencintai sesuatu?

Hal itulah yang menjadi pakem saya ketika menulis. Saya menyukai dunia tulis menulis karena dunia ini membuat saya nyaman untuk mengungkapkan apa saja yang ingin saya sampaikan. Dengan menulis, saya bisa menumpahkan semua isi kepala saya—apapun bentuknya— menjadi sebuah karya –bagaimanapun buruknya—. Bagi saya, menulis adalah sebuah terapi untuk mengenal diri saya sendiri. Tantangan demi tantangan menulis membuka saya terhadap pemikiran-pemikiran baru, isi-isi kepala baru. Dan itu membuat saya ‘hidup’.

Begitu pun dengan tantangan menulis kali ini. Writingthon Asian Games 2018 adalah sebuah acara menulis maraton dalam waktu yang amat singkat. Dan sesuai namanya, kali ini, tema yang diusung mengenai pesta akbar empat tahunan Asia: Asian Games 2018. Ketika Bitread dan Kemenkominfo mengumumkan perlombaan ini, saya sudah amat tertarik. Apalagi kenyataan bahwa saya pernah mengikuti writingthon pertama di Puspiptek Tangerang tahun lalu, otomatis bikin saya ketagihan. Bisa dibilang, ini adalah perlombaan menulis paling niat yang pernah saya lakukan. Di tengah tekanan tugas akhir kesibukan yang ada, saya menyempatkan untuk melakukan riset. Meski Palembang merupakan kota pendamping penyelenggaraan Asian Games, tantangan menulisnya pun tidak mudah. Saya diharuskan mencari sudut pandang lain untuk menceritakan kesiapan kota Palembang. Dan usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil. Nama saya tertulis menjadi salah satu perwakilan provinsi Sumatera Selatan.

Senang? Tentu. Bagaimana sih rasanya jadi bagian dari salah satu pesta olahraga yang mungkin dapat disaksikan hanya sekali seumur hidup?

Saat hari keberangkatan tiba pun saya masih tidak menyangka. Pagi-pagi, saya langsung berkemas. Pesawat saya berangkat pukul 09.40 menit. Di sana, saya sudah berjanji dengan Ria, peserta kategori pelajar dari Sumatera Selatan untuk berangkat bersama. Pukul 08. 00, saya sudah berangkat dari rumah menuju bandara. Sepanjang perjalanan saya bisa katakan bahwa Palembang memang benar-benar telah berhasil mengubah wajahnya. Hal yang paling mencolok adalah poster-poster artistik khas Asian Games 2018 yang mengisi ruang-ruang di tiang LRT. Di atasnya, jalur kereta api ringan itu berdiri kokoh. Hal ini membuat kesan Palembang memang siap, dan benar-benar siap untuk gelaran pesta olahraga ini.

Hiasan grafis di tiang LRT. (dok. pribadi)

Stasiun LRT yang dihias sesuai tema Asian Games (dok. pribadi)

Menjelang masuk bandara, ornamen topi tanjak, pakaian khas Palembang menyambut saya di pintu masuk bandara. Di bandara pun, semakin banyak ornamen khas Asian Games dan Palembang bertebaran. Ada songket yang menggantung di tangga eskalator, ucapan selamat datang di papan dengan pakaian adat Palembang, bahkan kehadiran Bhin Bhin, Atung, dan Kaka sukses menarik pengunjung untuk berfoto.

Tanjak sebagai monumen selamat datang di Palembang (dok. pribadi).

Hiasan ornamen songket di eskalator (dok. pribadi).

Bhin Bhin, Atung, dan Kaka siap menyambut para atlet dan wisatawan. (dok. pribadi)

Flyer yang membuat Asian Games semakin semarak. (dok. pribadi)

Ucapan selamat datang dengan grafis khas Palembang. (dok. pribadi)

Belida terbang, endemik khas Palembang jadi hiasan unik stasiun LRT bandara. (dok. pribadi)

Setelah puas mengambil gambar, saya dan Ria pun langsung menuju counter Garuda Indonesia untuk check in. Di sepanjang jalan menuju ruang tunggu pun, masih ada hiasan khas Palembang yang sukses jadi objek foto. Dan tepat seperti waktu yang tertera di tiket, kami akhirnya terbang menuju Jakarta.

Uang pecahan Rp 10.000 rupiah yaitu Sultan Mahmud Badaruddin II jadi objek foto pengunjung. (dok. pribadi)

Setelah kurang lebih satu jam, saya dan Ria akhirnya mendarat di terminal 3 bandara Soekarno Hatta. Darah saya pun berdesir karena gugup sekaligus gembira. Akhirnya saya benar-benar dapat menjadi bagian dari Writingthon Asian Games 2018 ini. Ketika keluar dari gerbang kedatangan, saya dan Ria sudah disambut oleh peserta Writingthon lain yang telah menunggu asal Lampung. Sepanjang waktu menanti jemputan tiba, kami berbincang sekaligus berkenalan. Sangat senang rasanya menemui teman-teman baru dengan semangat yang sama. Bukankah semangat itu memang menular?

Demam Asian Games juga ada di pesawat (dok. pribadi)

Teman-teman baru yang punya semangat baru. (dok. pribadi)

Pukul dua siang, jemputan pun akhirnya tiba. Semua yang telah datang di kloter pertama duluan naik menuju bis. Sepanjang perjalanan menuju hotel pun, banyak banner-banner Asian Games untuk menyemarakkan. Celetukan dari peserta terdengar makin menambah keakraban. Kecanggungan pun perlahan sirna. Capek yang saya rasakan seharian mendadak sirna. Di kesempatan ini pun, saya menyempatkan waktu untuk mengedit video untuk tantangan Writingthon. Saat sampai dan mendapat kunci kamar pun, saya masih menyempatkan mengedit hingga waktu registrasi dan makan tiba.

Menyambut para penumpang yang ingin mengambil bagasi. (dok. pribadi)

Baliho Asian Games yang terlihat di Jakarta

Ada satu lagi alasan yang membuat saya amat menantikan kegiatan ini: bertemu dangan teman-teman yang pernah (dan belum) saya pernah temui sebelumnya. Ada Anastasye yang sudah menjadi teman daring selama kurang lebih tujuh tahun tanpa pernah bertemu sebelumnya dan Mbak Nunik Utami, alumni Writingthon pertama yang juga kembali mengikuti kegiatan ini. Jadi, saat bertemu mereka, saya merasa sudah beruntung bahwa saya mempunyai teman-teman yang hebat.

Kapan lagi dikelilingi dua wanita hebat? (dok. pribadi)

Acara Writingthon sendiri baru dimulai selepas makan malam. Dimulai dengan perkenalan peserta yang ternyata.... memang benar dari Sabang sampai Merauke, hingga kata sambutan dari Pak Ardi, wakil ketua kampanye Asian Games 2018 dari Kemenkominfo. Beliau memberikan dorongan semangat untuk terus menggelorakan semangat Asian Games ke seluruh Indonesia dan Dunia. Ini adalah cara kita untuk bangga terhadap Indonesia. Kita menggunakan bakat kita dalam hal menulis untuk terus berkarya agar menjadi bagian dari sejarah. Kata-kata itu menohok jantung saya. Benar, setidaknya kita harus ikut menyemarakkan bukan?

"Writingthon adalah bentuk fisik kebanggan atas Indonesia" - Pak Ardi (dok. pribadi) 

Selanjutnya, Mbak Anita mengambil peran. Teknis pelaksanaan tantangan Writingthon pun diberitahukan kepada peserta. Mas Luthfi pun memberi tantangan untuk membuat kerangka karangan. Dan kegiatan malam ini ditutup dengan permainan agar mengakrabkan kembali para peserta. Meskipun ada agenda lain yang tidak terlaksana—bertemu Susi Susanti sang legenda bulutangkis yang jadi salah satu pemain favorit Ayah saya, namun saya cukup puas.

Mbak Anita memberi penjelasan. (dok. pribadi)

Peserta yang memperkenalkan diri. (dok. pribadi)

Writingthon bagi saya adalah sekolah. Untuk kembali belajar. Untuk kembali ujian. Hingga saya siap untuk naik kelas ke tantangan-tantangan selanjutnya. Semoga hari besok makin menyenangkan!

Yang selanjutnya..... boleh? (dok. pribadi)

P.S Saya sangat menantikannya. :)
P.S.S Kegiatan hari ini bisa juga dilihat di video youtube saya di bawah ini. Selamat menikmati.



21 komentar

  1. Yes, cukup cintai. Semangat Bimo...

    BalasHapus
  2. Wah keren sekali dan sangat memotivasi, trimakasih saudara bimo :)

    BalasHapus
  3. Wow melihat kesiapan Palembang tidak diragukan lagi Asian Games pasti sukses

    BalasHapus
  4. Asekk jepret pake kamera baru..

    Aku pengen ikutan acara ini :( tapi dak terpilih hiks..

    BalasHapus
  5. Seru banget! Serap ilmu yang banyak ya Bim, ntar bisa dishare ke kawan-kawan yang ada di Palembang.

    Omnduut.com

    BalasHapus
  6. Aku baca ini jadi kepingin juga ikut writingthon, huhu

    BalasHapus
  7. Kayaknya seru ya.
    Aku ingin ikutan kemarin, tapi.. :(

    Btw, baca tulisan kk jadi kangen palembang pengen ke sana lagi

    BalasHapus
  8. wah, keren nih, keren 😍😍

    BalasHapus
  9. Baco tulisan ini, pasti seru nian yo, Bim.
    Eniwei, foto terakhir itu? #Pipi

    BalasHapus
  10. Tuuhh kan, jadi pengen ikutan writingthon juga. 😆😀

    BalasHapus
  11. Betul, Bim .
    Ga perlu alasan buat suka. Lanjutkan aja. Hehee...

    Kece Bimo. I'm proud of you, Bro. Semangat ya...

    BalasHapus
  12. goodluck bims! AYOK nntn bulutangkis minggu hehe

    BalasHapus
  13. Sukses ya om�� semoga ilmunya bisa ditulerin ketemen2 lain��

    BalasHapus
  14. keren. semoga olahraga dan Palembang jadi berkembang pesat. salam dari dusun

    BalasHapus
  15. Keren mas brow, dari catatan- catatan kecil inilah salah satu langkah inspirasi dan bisa memotivasi energi positif ... Dari Palembang mendunia ...BISA!!

    BalasHapus
  16. Lia3x.blogspot.com16 Agustus 2018 pukul 07.43

    Palembang siap menjadi tuan rumah Asian Games 2018.
    ��������������

    BalasHapus
  17. Percayo bae samo bimo nih.. wkwkw.. semangat bim... Kasih tulisan the bestnyo ye....

    BalasHapus
  18. mantap bim 👍🏻👍🏻👍🏻

    BalasHapus