Seru! Cobain Liburan Bareng Pigijo di Yogyakarta!

Bagi yang telah mengikuti media sosialku, beberapa hari ke belakang, aku sibuk membagikan postingan kegiatanku ‘liburan’. Yap setelah terpilih jadi salah satu pemenang #IteneraryContest yang diadalkan oleh travel agen daring Pigijo, akhirnya aku dapat menyambangi kampung halamanku: Yogyakarta.

Seperti yang kubilang sebelumnya, Yogyakarta adalah sebuah tempat yang memiliki ruang tersendiri di hatiku. Sedari kecil, aku sering sekali mudik ke daerah ini sebab kakek dan nenek tinggal di Magelang, Jawa Tengah. Ya, meski di Jawa Tengah, namun tetap liburannya lebih dekat ke Yogyakarta. Jadilah, ketika tahu aku akan singgah kembali ke sini, hatiku langsung girang.

Hal pertama yang kulakukan tentu menyusun jadwal. Aku memutuskan untuk hinggap di daerah ini hanya selama tiga hari. Pertimbangan kesibukanku ditambah hal lain mempengaruhi durasiku menetap. Dan kurasa tiga hari adalah waktu yang cukup untuk melakukan itu semua. Namun, di sinilah pertanyaannya muncul: mau ke mana? Tentu tempat wajib seperti Candi Borobudur pasti kukunjungi mengingat setiap kali ke Yogyakarta pasti tempat itu kusinggahi. Namun, selebihnya aku tidak ada pikiran apapun. Ini adalah kali pertama aku merasakan ‘liburan mendadak’ ditambah kali kedua ‘liburan sendirian’.


Dan akhirnya, aku pun memutuskan untuk menyewa seorang travel assistant dari Pigijo. Plus rental mobil. Dua opsi ini kupilih mengingat waktuku yang singkat di Yogyakarta dan kemudahan akses ke manapun  yang aku mau. Jadilah, di aplikasi Pigijo, banyak pilihan TA yang mumpuni. Setelah lama memilih, pilihanku jatuh ke Mas Ghaufar. Kami pun dihubungkan oleh Pigijo lalu bertukar sapa lewat media tukar pesan. Dan kamipun akhirnya sepakat untuk bertemu di bandara.

Jika hari pertama aku hanya ingin mengunjungi Candi Borobudur dan tempat hits di sekitaran Magelang, hari kedua aku lebih memilih untuk mengambil paket langsung dari Pigijo. Ya One Day Tour Yogyakarta ke Prambanan, Lava Tour, dan Museum Ulen Sentuni kupilih sebab aku sama sekali belum pernah mengunjungi ketiganya. Eh, Prambanan pernah dulu sewaktu ramai. Jadilah hari kedua aku tidak ingin bersusah payah sebab semua sudah ditanggung oleh paket tur termasuk tiket masuk obyek wisata, makan dua kali, hingga tur guide dan transportasi. Mudah bukan?


BIKIN JANTUNGAN

Pesawatku terbang dari Palembang pukul 8.20. Dan menurut perkiraan pilot, pesawat kami akan tiba pukul 9.50 dengan waktu tempuh satu setengah jam. Dan sesuai jadwal itu, aku dan TA-ku sudah menyusun jadwal ingin ke mana saja. Namun, manusia hanya bisa berencana, bukan? Berkat lalu lintas udara yang tinggi, aku baru bisa mendarat hampir pukul sebelas. Satu jam lebih di udara kota Yogyakarta bikin jantungan!

Jadilah, setelah landing, aku langsung menemui Mas Ghaufar. Ia adalah TA yang juga seorang mahasiswa di Yogyakarta. Dan untuk mengisi waktu, ia bekerja sambilan jadi pemandu wisata. Bersama Mas Ghaufar dan mobil sewaanku (yang diambil sebelumnya oleh Mas Ghaufar di rental) kami langsung memelesat menuju Magelang. Karena siang tiba, sebelum menuju tempat utama yaitu Candi Borobudur, kami mengisi tenaga di tempat makan rekomendasi Mas Ghaufar. Hasilnya, sop kacang merah dan iga ditambah gorengan habis aku lahap. Top deh!


Setengah tiga sore, kami baru beranjak ke Borobudur. Meski sudah sering kali ke tempat ini, namun bagiku Candi Borobudur selalu menjadi tempat yang magis. Aku tidak pernah bosan mengunjungi 10 Bali Baru yang dicanangkan pemerintah Indonesia ini. Bagiku, Candi Borobudur memiliki cerita yang yang ada di sela reliefnya. Pun dengan suasana yang elok memanjakan mata. Sayang, saat kami ke sana, mendung sedang datang. Alhasil fotoku gelap semua.


Selanjutnya, Mas Ghaufar mulai bertanya: aku mau ke mana. Dengan mantap, ia memberiku dua pilihan: Puthuk Setumbu atau Bukit Rhema. Dalam jadwal yang kami buat, keduanya seharusnya dapat kami kunjungi secara bertahap. Namun tampaknya semesta tidak mendukung. Awan gelap mulai menutup. Jadilah, aku pun memilih Bukit Rhema sebagai tujuanku.

Mobil kami melaju cepat menyusuri jalanan kampung. Selama perjalanan itu kami berdua bercerita banyak. Tentang jalan-jalan, obyek wisata, hingga Yogyakarta. Semuanya mengalir lancar tanpa hambatan apa-apa. Setibanya di Bukit Rhema, perjuanganku dimulai. Ternyata. Harus. Jalan. Menanjak. Gila! Dari Borobudur sudah lelah ditambah menanjak ke Bukit Rhema. Lengkap sudah.
Jadilah yang seharusnya ke Bukit Rhema bisa dicapai dalam 15 menit, aku memerlukan waktu yang cukup lama. Dan selama itu, Mas Ghaufar setia menunggu. Hahaha. Dan setibanya di atas, waktu menunjukkan pukul lima sore. Aku pun langsung berfoto di tempat ikonik film AADC 2. Setelah masuk ke dalam pun aku baru tahu. INI. BUKAN. GEREJA. AYAM! Ya, aku salah sangka! Ini berbentuk merpati. Aku jadi ketawa sendiri.


Kami pun kemudian menuju ke lantai dua. Sayangnya, karena sudah sore, ruang doa yang ada di bawah tanah ditutup. Kami pun santai sejenak di kafe lantai dua, menikmati singkong gratis ditambah semilir angin petang. Namun tetap, awan kelabu menerjang. Setelah puas, kami beranjak menuju kepala sang merpati. Ternyata, kami harus melewati kurang lebih lima tangga untuk mencapai puncak! Yak, menanjak lagi! Kaki rasanya udah pengin patah. Namun demi melihat tempat hits kekinian, semua dilakukan!

Nah, tur kami berhenti setelah dua tempat itu. Mas Ghaufar mengantarku kembali ke hotel ketika malam menjelang. Ya, meski hanya dapat dua tempat dari seabrek jadwal yang kami buat, namun aku sama sekali tidak menyesal. Ditemani seorang pemandu wisata ternyata berguna juga bagi orang yang jalan sendirian! Rekomen!


MENYUSURI MASA LALU

Setelah puas berkeliling kemarin, kali ini hari kedua aku ditemani Mas Lucas. Dari pket yang kubeli di Pigijo, aku menghubungi Mas Lucas dan janjian untuk bertemu di hotelku pukul delapan. Meski badan rasanya sakit semua, namun hari ini aku excited. Ini adalah kali pertama aku bakalan ikut Lava Tour. Kata orang-orang sih, hal ini sangat menyenangkan.

Tepat pukul delapan, Mas Lucas sudah anteng di depan hotel. Kami pun bertukar sapa. Berbeda dengan Mas Ghaufar yang seumuran sehingga bisa membahas apa saja, aku dan Mas Lucas mengobrol banyak tentang sejarah dan wisata Yogyakarta! Bahkan, Mas Lucas mengajakku ke candi-candi yang tidak ada di paket tur yang diberikan! Senang!

Pemberhentian tur ini paling utama di Candi Prambanan. Setelah memberikan karcis, Mas Lucas kemudian menyuruhku untuk ke dalam. Ya, aku. Sendirian. Jadilah, bersama orang-orang yang berlibur ke sana, aku menyusuri satu per satu candi hindu terbesar di Indonesia ini. Dan lagi-lagi aku takjub. Bagaimana sih orang di masa lalu bisa membangun bangunan seindah ini? Aku sampai tak habis pikir. Aku menyusuri Candi Prambanan kurang lebih dua jam dan menemukan Mas Lucas di pintu keluar. Dan tibalah, yang aku tunggu-tunggu! LAVA TOUR!

Eitsss... Mas Lucas nampaknya belum puas. Ia mengajakku terlebih dahulu ke Candi Kembar. Beliau bercerita banyak bagaimana candi ini jadi saksi awal kemahsyuran tanah Jawa, simbol dua agama hidup berdampingan dengan aman. Aku pun tidak menolak. Tambahan bonus yang menyenangkan!
Barulah setelah puas berkeliling, kami akhirnya menuju kaki merapi. Jadi, menurut info yang kubaca, lava tour ini adalah perjalanan menggunakan jeep untuk menyusuri bekas-bekas lava dan lahar letusan Gunung Merapi beberapa tahun silam. Wisata ini diadakan untuk mengingatkan betapa dahsyatnya pengaruh bencana itu terhadap alam sekitar. Wah! Aku semakin penasaran!

Setibanya di lokasi, aku tidak langsung naik Jeep. Aku lebih memilih mendinginkan badan terlebih dahulu di kedai kopi merapi, mencicipi Signature Kopi Arang yang terkenal itu. Setelah makan siang, barulah aku diberikan ke Pak Kumis. Beliau adalah supir Jeep-ku sekaligus pemandu. Bersama Pak Kumis, aku mendengar banyak kisah. Tentang Merapi dan mimpi-mimpi.

Tujuan pertama Lava Tour adalah Museum Mini. Tempat ini memberikan pengalaman yang pahit bagiku. Di sini, berbagai barang peninggalan erupsi merapi dahulu terlihat mulai dari bangkai binatang yang tinggal tulang-belulang hingga peralatan rumah tangga yang meleleh. Ini menggambarkan bagaimana dulu saat erupsi, panas yang diterima itu dapat membumihanguskan perkampungan ini. Aku pun jadi teringat kakek dan nenek yang dulu berdua menghadapi bencana ini. :(

Di tempat kedua, ada bongkahan batu besar di pinggir jurang tinggi yang menyerupai wajah manusia tersaji. Batu Alien, mereka menyebutnya. Batu ini merupakan material yang terbawa dari atas gunung yang melewati sungai-sungai di samping tebing. Namun, karena bentuk sungainya berbelok, material-material itu lalu menghujani wilayah Batu Alien sehingga membuat gundukan bukit batu yang gersang. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan saat orang-orang berlindung dari serangan ini.

Di tempat terakhir, Bunker, satu kisah menyedihkan terjadi. Bunker ini dulunya dibuat sebagai perlindungan saat adanya bencana awan panas. Namun, saat erupsi tahun 2010 lalu lahar dingin yang menyergap. Dua orang terjebak di dalam dengan muntahan Merapi yang dahsyat. Alhasil keduanya tak bisa diselamatkan. Kadang cerita-cerita seperti inilah yang membuatku bergidik. Lewat tur yang seperti ini aku akhirnya menyadar bahwa alam maha dahsyat mengubah semuanya. Dan lewat Merapi alam mulai berbenah.

Aku menyelesaikan tur pukul 4 sore dan langsung menuju Museum Ulen. Aku sama sekali tidak ada bayangan ini museum tentang apa. Di internetpun informasi dan gambarnya minim. Barulah setelah masuk museum aku tahu, tempat ini adalah museum swasta yang menjelaskan tentang dinasti mataram: Keraton Yogyakarta dan Solo. Semuanya tersaji lengkap. Ditemani pemandu, selama satu jam kita akan dibawa berkeliling melihat silsilah keluarga, peninggalan sejarah, hingga minum jamu awet muda. Sayangnya, di museum ini kami sama sekali tidak boleh berfoto. Tapi, isi seru banget!

Setelah selesai, Mas Lucas pun mengajakku makan sebagai penutup tur. Bakmi Pak Pele dipilih setelah kurang lebih satu jam turun dari wilayah atas ke perkotaan. Apalagi di alun-alun utara Mas Lucas mengajakku lesehan sambil melihat serabut oranye di langit. Menenangkan sekali!

Hari itu ditutup dengan Mas Lucas kembali mengantarku ke hotel. Dan selama perjalanan itu kembali aku merasa bahwa aku sama sekali tidak menyesal mengambil trip ini. Dua hari di Yogya membuka mataku akan banyak hal. Aku pun dapat merasakan pengalaman baru lewat tur-tur yang diberikan pun dengan teman baru yang jadi kawan seperjalanan.

Terima kasih Pigijo untuk dua hari yang menyenangkan!

Cheers!


1 komentar

  1. Aku pantau terus nih story kamu di instagram, seru banget liburannya di Jogja :D

    BalasHapus