Ada rindu yang tak terjamah,
dan sebuah janji di Bumi Serumpun Sebalai.
Saat rintik datang menirai,
Dan tentang aku yang akan 'pulang'.
*
Bagi
sebagian orang, perihal liburan bersama keluarga adalah perkara mudah yang bisa
diputuskan kapan saja. Tinggal klik, menyesuaikan
tanggal, langsung cus pergi. Tapi,
bagi kami, liburan semacam ini adalah barang yang mewah. Selain karena jumlah
anggota keluarga yang cukup banyak (enam orang!), menyediakan waktu untuk
berlibur juga cukup sulit.
Tapi,
entah mengapa, akhir tahun lalu, sebuah ajakan spontan berujung pada sebuah
liburan yang sama sekali tidak direncanakan.
Berawal
dari kantor Mama dan Om (mereka kerja di kantor yang sama) yang mengadakan
rapat akhir tahun di Pangkalpinang, jadilah keluargaku dan keluarga Om
berinisiatif menghabiskan akhir tahun di kota tersebut. Rencana dadakan ini
disambut meriah. Maklum, jika dihitung pakai jari, satu tangan cukup
mendeskripsikan kapan kami terakhir jalan-jalan. Adik yang kuliah di Bandung
pun rela menyusul kami ke Pangkalpinang demi liburan ini. Itenary pun mulai disusun.
Tapi, pertanyaannya
adalah: ada apa di Pangkalpinang?
Yang aku
tahu, Pangkalpinang adalah ibukota provinsi Bangka Belitung. Dan jika kita berbicara
tentang potensi wisata Bangka Belitung, orang-orang akan menjawab pulau Belitung
sebagai surganya. Bahkan, jika dibandingkan dengan daerah di pulau yang sama, Pangkal
Pinang kalah pamor dengan Sungai Liat.
Jadi,
makhluk awam seperti aku skeptis saat diajak liburan ke Pangkalpinang. Namun,
karena ini adalah momen yang amat jarang buat keluarga, maka akhirnya aku ikut
juga.
Sejujurnya,
aku tidak mencari apa saja yang ada di Pangkalpinang. Sampai hari
keberangkatan pun, aku tidak memasang ekspektasi apa-apa.
Tapi
ternyata, aku salah. Pangkalpinang
surprised me!
Aku dan
rombongan berangkat pagi-pagi dari Palembang menuju Pangkalpinang dan hanya
menghabiskan 30 menit waktu tempuh. Pertama kali menginjakkan kaki di bandara,
aku bisa bilang bahwa Pangkalpinang seperti kota kecil. Jauh berbeda dengan
bandara yang ada di Palembang. Ditemani cuaca yang terik, kami bergerak menuju
hotel untuk sekadar melepas lelah sejenak sebelum mulai menjelajahi kota ini.
Siap berangkat ke Pangkalpinang (Dokumentasi Pribadi)
Setelah
meletakkan semua barang bawaan. Kami beserta rombongan teman kerja kantor Mama
mulai bersiap pergi. Karena jam menunjukkan pukul satu siang lebih, maka
diputuskan bahwa rombongan akan makan siang bersama terlebih dahulu. Berbekal
informasi dari supir kami tentang restoran yang wajib dikunjungi di
Pangkalpinang, maka akhirnya kami menuju Resto Seafood Adox.
Tampak depan Resto Seafood Mr. Adox (Dokumentasi Pribadi)
Seperti
namanya, restoran ini sebagian besar menyajikan makanan olahan laut yang amat
segar. Terletak di pusat kota, di sebelah kiri persimpangan kantor gubernur
Bangka Belitung. Jika kalian ingin mengunjungi restoran ini, silakan ketik di google maps. Resto ini sudah tercantum
di sana beserta arah yang jelas. Makanan yang disajikan enak dan porsinya
besar! Tempatnya pun luas sehingga nyaman buat kami yang datang satu rombongan!
:p
Bersama Adik yang baru sampai Bandung (Dokumentasi Pribadi)
Bersama sebagian rombongan (Dokumentasi Pribadi)
Sehabis
perut yang kekenyangan karena makan hidangan yang tersaji, kami akhirnya
beranjak. Mulanya, banyak yang mengusulkan kami kembali ke hotel karena berpendapat
bahwa Pangkalpinang tidak ada apa-apanya. Benar saja, rombongan kami akhirnya
berpisah. Ada yang kembali ke hotel, ada yang langsung menuju Sungai Liat, dan
akhirnya tibalah rombongan keluarga kami.
Ada
gejolak tak biasa yang tercipta. Mama bilang bahwa kami sebaiknya pulang lagi
ke hotel karena sudah pukul tiga sore. Seketika itu juga terjadi perbincangan
serius.
“Kita ke
hotel aja,” kata Mama sambil memandangi kami berempat—aku dan adik-adikku.
“Tapi, Ma.
Masa sudah jauh-jauh ke Bangka mainnya cuma ke hotel?”
“Besok,
kita baru jalan-jalan ke Sungai Liat. Hari ini istirahat saja di hotel.”
Ada nada
kecewa dari aku dan adik-adikku. Tanteku pun tampaknya setuju dengan usul Mama.
“Ke Pantai
aja, Bu!” Suara asing terdengar. Seketika kami semua menoleh dan mendapati
supir taksi kami berbicara.
Apa? Pantai?
Itu adalah
jerit suara hati ketika pertama kali mendengar kata pantai. Harap maklum, aku
sama sekali belum pernah pergi ke pantai. Haha!
“Pasir
Padi, Bu,” lanjutnya. “Sebelumnya kita bisa lewat BBG. Kan satu arah.”
“BBG?”
“Bangka
Botanical Garden. Tempat hits kekinian,
Bu.”
Berbekal secuil
informasi dan dua kata ‘hits kekinian’, aku cepat-cepat mengiakan.
“Iya, Ma.
Ke situ aja. Ya, kan?” Aku menoleh mencari dukungan.
Untunglah aku
mendapat dukungan lebih banyak dari yang aku kira. Muahahaha.
Jadi,
dimulailah perjalanan kami menuju Pasir Padi. Sepanjang perjalanan, supir kami
bercerita tentang pariwisata Pangkalpinang.
“Orang-orang
banyak yang nggak ngeh sama potensi
Pangkalpinang. Kebanyakan jika main ke Bangka Belitung, mereka pergi ke tempat
laskar pelangi. Bahkan, kalau ke pulau Bangka, mereka lebih memilih ke Sungai
Liat karena wisata pantainya.”
Persis
seperti yang kupikir pada awalnya.
“Tapi,
banyak loh tempat wisata di Pangkalpinang,” lanjutnya sambil terus menyetir. “Kalau
hobi sama perkembangan timah di Bangka Belitung, boleh berkunjung ke Museum
Timah. Di sana kalian bisa lihat-lihat proses tambang timah di sini. Kalau hobi
sama laut, bisa ke Pulau Lampu. Saya sih mau saja ajak kalian ke sana. Tapi
sudah sore.”
“Di Pulau
Lampu memangnya ada apa, Pak?” Adikku yang paling kecil bertanya.
“Ada
menara mercusuar yang bisa kalian naiki. Pantainya juga bagus. Gak kalah sama
yang ada di Sungai Liat,” jelasnya. “Nah, yang mau kita kunjungi ini, Bangka
Botanical Garden dulunya lahan timah tapi berhasil dihidupkan lagi jadi tempat
wisata. Pokoknya nanti lihat sendiri.”
Bersamaan
dengan itu, mobil kami memasuki sebuah kompleks hijau. Di depannya ada semacam
rumah-rumah tanaman yang banyak sekali. Semakin ke dalam, ada deretan
pohon-pohon yang tegak berdiri dengan rapi sepanjang sisi jalan, membuat
suasana yang adem sekaligus menyegarkan. Mobil kami pun akhirnya menepi di
salah satu pondokan di pinggiran danau.
Jalan di BBG (Dokumentasi Pribadi)
Jika tidak diberitahu supir kami tadi, aku sama sekali tidak menyangka
bahwa lahan ini merupakan eks tambang timah. Maksudku, lihat saja
pohon-pohonnya. Ada juga beberapa kuda yang ada di bagian lain tempat ini.
Belum lagi tanaman-tanaman yang kulihat di depan tadi. Ini sungguh di luar
ekspektasiku bahwa Pangkalpinang memiliki tempat seperti ini. Belum lagi
suasana yang sejuk sangat pas buat mengisi sore.
Salah satu sudut Bangka Botanical Garden (Dokumen Pribadi)
Si Adik mau masuk pondokan (Dokumentasi Pribadi)
Sayangnya, kami tidak menghabiskan banyak waktu di sini. Mobil kami
langsung menuju tempat yang berhasil menggelitik telingaku tadi: PANTAI PASIR
PADI! Yey!
Tak butuh waktu lama bagi kami menuju pantai pasir padi, Dan ketika
sampai.... lagi-lagi, ini mengejutkanku!
Panorama Pantai Pasir Padi (Dokumentasi Pribadi)
Hamparan pasir putih di bibir pantai sangat kontras dengan birunya air
laut dan langit. Di kejauhan, terlihat tumpukan batu besar pemecah ombak yang
membuat suasana pantai semakin eksotis. Pohon-pohon yang teduh tersebar di
pinggiran yang berfungsi sebagai tempat istirahat wisatawan. Dan untuk itu....
aku beserta adik dan sepupuku langsung nyebur!
Pesisir Pantai Pasir Padi (Dokumentasi Pribadi)
Deburan Ombak (Dokumentasi Pribadi)
Seperti tidak ada hari esok, kami saling menyipratkan air. Hal ini karena
kami memang belum pernah mengenal pantai sebelumnya. Haha!
Skuads (Dokumentasi Pribadi)
Pantai Pasir Padi saat itu cukup sepi. Karena kami datang saat bulan
Desember akhir yang mana musim hujan, maka kondisi pantai saat itu sedang
pasang. Memang pantai kelihatan agak kotor, tapi bagiku ini sudah amat sangat
bagus. Melihat birunya laut Pangkalpinang yang langsung menuju samudera,
menikmati pasir putih yang lembut dan menggelitik jari-jari kaki, atau sekadar
duduk-duduk santai sambil minum es kelapa muda membuat kami bahagia. Ya karena
bahagia itu sederhana.
Tapi, kesenangan kami tidak berlangsung lama. Langit mendadak gelap. Dan
perlahan, hujan mulai turun. Kami pun buru-buru kembali ke dalam mobil dengan
persaan kecewa. Namun, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan berat hati, kami
meninggalkan Pantai Pasir Padi. Ternyata tak jauh dari sana, ada sebuah
klenteng yang amat bagus di pinggir pantai. Menyesal dua kali. :(
Untuk mengobati kekecewaan, supir kami akhirnya berbicara lagi.
“Hujan gini makan otak-otak, Bu!”
Sejujurnya, di Palembang ada juga panganan itu, Terbuat dari ikan dan biaa
di makan bersama cuko. Jadi, itu
tidak membuatku cukup tertarik.
“Di Palembang juga ada, Pak!”
Supir kami tersenyum. “Otak-otak Bangka itu beda. Dimakan dengan semacam
sambal. Saya pernah makan yang ada di Palembang, tapi saya berani jamin
otak-otak Bangka ini lebih enak!”
Mama pun mengamini.
Akhirnya, kami menuju tempat makan bernama Otak-Otak Amoi. Ketika sampai
di sana, suasana amat penuh. Otak-otak yang tersisa pun hanya sedikit. Alhasil,
kami kembali menelan kekecewaan dan terpaksa kembali menuju hotel.
Selama
perjalanan ke hotel, aku mulai berpikir. Ternyata, Pangkalpinang bukan hanya
sebuah kota pusat pemerintahan, Banyak sekali potensi wisata yang baru aku tahu
hari ini. Mungkin sekarang aku menelan kekecewaan karena tidak berhasil sepenuhnya
menikmati semua potensi wisata tersebut. Tapi, kekecewaan ini membuatku
berjanji akan satu hal: aku akan kembali menyusuri kota ini. Pasti.
Janji ^,^v (Dokumentasi Pribadi)
Tips:
1. Pergilah saat musim kemarau datang. Selain karena cuacanya pas untuk bermain dan mengunjungi banyak tempat, air laut di pasir padi pun lebih sedikit (surut). Sebagai perbandingan, temanku yang datang sekitar bulan Juli mengunjungi pantai pasir padi dan mendapati hamparan pasir yang luas di bibir pantai.
1. Pergilah saat musim kemarau datang. Selain karena cuacanya pas untuk bermain dan mengunjungi banyak tempat, air laut di pasir padi pun lebih sedikit (surut). Sebagai perbandingan, temanku yang datang sekitar bulan Juli mengunjungi pantai pasir padi dan mendapati hamparan pasir yang luas di bibir pantai.
2. Bila
ingin suasana pantai yang berbeda, kalian bisa mengunjungi pasir padi mulai
sore hari. Selain bisa melihat matahari terbenam, malamnya kalian bisa
menikmati angin laut yang menerpa lembut wajah kalian sambil duduk santai
menikmati pantulan cahaya bulan. Jika kalian beruntung, biasanya ada semacam
festival musik yang diadakan di pinggir pantai. Info ini aku dapati dari
pemandu wisata yang mengantarkan kami ke sini!
3. Kata supir kami
juga, jika ke BBG enaknya pagi hari. Kita bisa menaiki kuda, memerah susu, atau
bersantai di kae yang ada di depannya.
4. Cobalah
menyusun itenari lengkap, ya. Agar nggak kecewa seperti aku. :p
*Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba #PesonaPangkalPinang dari @BITREAD_ID, Pemerintah Pangkalpinang, dan GNFI
Pangkal Pinang ternyata keren ya, banyak wisata ngehits yang layak untuk di kunjungi
BalasHapusHahha. Iya. Yuk #Explore #PesonaPangkalPinang! Aku aja baru tahu setelah berkunjung. Pengin balik lagi ke sini! :)
Hapus