Mengenal Tanda Tangan Digital


Pada suatu waktu, ada sebuah lomba yang mengharuskanku menandatangani surat keaslian karya. Saat itu, aku pikir, kata menandatangani sama halnya dengan membubuhkan tanda tangan (yang dibuat pakai paint atau memindai tanda tangan yang sudah ada di atas kertas) di surat kontrak yang tersedia. Aku kira itu adalah tindakan yang paling benar. Tapi ternyata aku salah.

Jadi, pada tanggal 22 November kemarin, aku mengikuti seminar dan workshop tentang Tanda Tangan Digital (TTD) yang diadakan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika di Hotel Horison Ultima Palembang. Saat itulah, aku mendapatkan banyak sekali pencerahan mengenai TTD ini. Mungkin sebagian dari orang-orang—dan aku menganggap bahwa TTD tak ubahnya tanda tangan kita yang di-scan atau difoto, lalu dimasukkan atau ditempelkan ke dalam dokumen. Ternyata, anggapan ini salah besar. Dikutip dari situs sivion.id, TTD adalah skema matematis yang memiliki keunikan untuk mengidentifikasikan seseorang dalam dunia digital. Sederhananya sih, menurut pemahaman yang kudapat, TTD tak ubahnya sebuah tanda pengenal kita yang digunakan untuk berbagai urusan tertentu di dunia digital misalnya penandatanganan dokumen yang memiliki legal standing, kontrak, dan lainnya. TTD membuat nilai dokumen yang ditandatangani (dan bersertifikat) itu dapat dibuktikan keabsahannya di mata hukum seperti yang tertuang dalam UU ITE pasal 11.

Seminar kemarin juga membuka mataku bahwa tanda tangan hasil pemindai tidak memiliki keabsahan apa-apa karena mudah dipalsukan. Lain halnya dengan TTD. TTD memiliki nilai yang otentik yang dapat diverifikasi apakah penggunanya tersebut adalah benar orang yang menandatangani. TTD ini bekerja dengan pola kriptografi yang dapat dikenali oleh sistem sehingga apabila disalin atau tempel, nilai dari tanda tangan tersebut masih bisa ditelusuri keasliannya.

Manfaat terbesar dari TTD elektronik ini adalah efektifitas, baik dari segi waktu dan biaya. TTD membuat penggunanya bisa menandatangani dokumen kapanpun dan di manapun tanpa terikat jarak atau waktu. Selain itu, TTD dapat mengurangi penggunaan kertas yang berulang bila terjadi kesalahan penulisan dokumen. Dengan TTD, hal seperti itu dapat diminimalisir.

Selain dijelaskan panjang lebar mengenai pentingnya TTD, kami pun diberikan workshop untuk membuat personal TTD sendiri. Dan, asal kalian tahu, pembuatan TTD ini pun mudah banget kok. Ikuti saja langkah-langkah di bawah ini:
  • Kita harus mengajukan permohonan pembuatan TTD. Pengajuan ini dilakukan melalui laman sivion.id dengan mengisi data diri seperti NIK, Nama, dan email.
  • Setelah itu, kita akan mendapatkan email notifikasi bahwa permohonan kita diterima. Hal selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah membawa data diri kita ke otoritas terkait (dalam hal ini Kominfo) untuk diverifikasi,
  • Kemudian, email pemberitahuan akan muncul kembali yang berisi username dan password.
  • Kunjungi web  https://rakominfo.rootca.or.id/ untuk mengunduh sertifikat digital dengan memasukkan username dan password yang sudah diberikan.
  • Setelah itu, download sertifikat TTD.

Tahap selanjutnya, kamu bisa memasukkan sertifikat itu ke dalam komputermu agar bisa dipakai sewaktu-waktu. Sertiikat digital ini digunakan untuk membuat TTD dan berisi informasi elektronik penggunanya. Beda denan TTD, sertifikat digital hanya berisi informasi sedangkan TTD dapat digunakan untuk autentifikasi dan verifikasi, Untuk tata caranya, kamu bisa lihat di http://www.sivion.id/downloads/sivionManual.pdf

Nggak sulit, kan? Yuk bikin Tanda Tangan Digital. :D



Tidak ada komentar

Posting Komentar