[#CeriteraJuli] - Rahasia di Pertigaan

Hari ini, tanggal 14 Juli, aku baru tahu kalau akun @kampungfiksi ngadain sebuah event bernama #CeriteraJuli. Jadi, mereka kasih PROMP yang harus kita kembangin jadi cerita. Sebenarnya hal ini sudah berjalan dari tanggal 1 Juli. Dan sudah banyak yang bikin cerita pendek tiap PROMP atau digabungun. Berhubung aku baru tahu hari ini, aku memutuskan untuk menulis dari PROMP awal. Dan karena sudah ada 14 PROMP ang keluar, aku kepikiran jadi sebuah cerita panjang. Jadi, ini adalah hari cerita pertama dengan promp Rahasia. 
Selamat menikmati. 
*

gambar diambil dari sini

#1 Rahasia di Pertigaan

“Kapan kau berhenti menggangguku?”
Pertanyaan itu terlontar dari bibir laki-laki itu di satu siang yang terik. Ia baru saja keluar dari sekolah, berjalan kaki menuju rumah yang hanya terletak beberapa blok dari sekolah.

Namun, tidak ada jawaban. Sahut-sahutan suara klakson mobil di jalanan ditambah debu kendaraan semakin membuatnya merasa kesal.
Langkah kakinya akhirnya berhenti tepat di pertigaan yang sepi. Di dalam kompleks perumahan itu, hanya sedikit orang yang berlalu-lalang. Empat rumah ke kiri adalah rumahnya. Hanya saja, parasit itu masih tetap ada.
“Berhenti menggangguku!”
Kali ini bukan lagi pertanyaan yang keluar melainkan bentakan. Langkah seseorang di belakangnya ikut-ikutan berhenti.
“Aku sama sekali tidak berniat mengganggu,” kali ini laki-laki itu mendengar suara. “Hanya saja—”
Tidak tahan, ia menoleh dan mendapati seorang perempuan memandanginya dengan takut. Sebuah kamera tergantung di lehernya. Perempuan itu ia kenal. Rae, seseorang yang kebetulan satu sekolah dengannya. Seseorang yang selalu mengikutinya selama satu minggu ini. Seseorang yang hadir dan mengganggu semua kehidupan damainya selama ini.
“Apa?” tanya laki-laki itu lagi. Matanya menatap tajam perempuan itu, tanpa belas kasihan.
Dengan kaki kecilnya, perempuan bernama Rae itu memberanikan diri untuk mendekat.
“Jangan dekat-dekat!” tukas laki-laki itu cepat. “Jangan berani-berani untuk mendekat!”
Rae tersentak sedikit sebelum akhirnya kembali berhenti. Ia menelan ludah. “Aku hanya ingin jadi temanmu, Kai.” Kata terakhir dari perkataannya sengaja ia buat sepelan mungkin, nyaris tanpa suara.
Ada jeda sejenak di antara mereka sebelum akhirnya tawa laki-laki itu, Kai, keluar deras. “Kau bilang ingin jadi temanku?” ujarnya sinis. Itu adalah permintaan paling bodoh yang pernah ia dengar.
Rae mengangguk mantap. Dari awal begitu rencananya.
“Kalau begitu akan kuberitahu sebuah rahasia padamu.”
Alis mata Rae terangkat. Rahasia?
Perlahan, Kai mendekat. Kedua mata mereka beradu. Lalu, terdengar suara berat yang masuk ke telinga Rae.
“Aku pernah membunuh seseorang.”
Jantung Rae mendadak berhenti. Apa yang Kai katakan? Apa maksudnya? Apa ia salah dengar?
Sebelum ia sempat ia bertanya lebih lanjut, Kai kembali berkata dengan berat, “Benar. Aku adalah seorang pembunuh. Sekarang, apa kau masih mau menjadi temanku?”
Rae membeku di tempatnya. Kai berjalan menjauhinya dengan santai, seolah tanpa beban. Tatapan itu masih perempuan itu lihat. Tak ada raut muka bercanda yang diberikan oleh laki-laki itu.
“Ka—kai...”
Laki-laki itu tersenyum sekali lagi. Senyum yang Rae tak bisa menerka apa maksudnya. Tepat setelah itu, ia menepuk pelan pundak perempuan itu lalu berlalu pergi dari situ.
Di tempatnya, Rae melihat punggung Kai menjauh.

*

Tidak ada komentar

Posting Komentar