Tanjak : Identitas Sumatera Selatan dalam Arsitektur Pemerintahan

 

“Pa, ngapolah sih segalo gerbang nak pake segitigo mak itu?” Sepupuku bertanya pada oom ketika kami berkeliling Palembang sehabis menghadiri acara keluarga. Sepupuku baru saja masuk SMP dan melihat ‘keanehan’ sebab rata-rata ornamen bentuk segitiga tersebut menghiasi hampir seluruh gedung pemerintahan di Kota Palembang.

“Itu tuh namonyo Tanjak, Yi! Men Ayi pernah liat men kondangan ado yang galak pake topi segitigo, nah itulah namonyo tanjak,” seruku.

“Oh cak itu ye, Mas. Nah men cak itu kan buat baju ye, Mas. Kok sekarang malah digunoke buat bangunan?”

Nah pertanyaan itu bikin aku bingung. Jadinya pada kesempatan itu aku hanya nyengir.

 


Ada Peraturan Daerah Loh!

Aku pun mencari mengenai pertanyaan dari sepupuku lewat internet dan mendapatkan fakta yang kucari. Ternyata ada peraturannya loh. Pantes saja semua bangunan pemerintah di Sumatera Selatan kompak untuk melakukan perombakkan arsitektur menjadi berornamen jati diri budaya di Sumatera Selatan yaitu tanjak. Peraturan ini dituangkan dalam Peraturan Daerah Sumatera Selatan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Arsitektur Bangunan Gedung Berornamen Jati Diri Budaya di Sumatera Selatan yang dilakukan oleh Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Selatan.

Tanjak sendiri memiliki filosofi yang mendalam loh. Dilansir dari RMOL, Kemas Ari Panji menerangkan bahwa Tanjak berasal dari kata Nanjak yang artinya naik. Hal tersebut memiliki filosofi bahwa orang yang memakai tanjak dinaikkan marwah, derajat, hingga rezekinya.

Pada pasal 2 Peraturan Daerah disebutkan bahwa penggunaan Tanjak berlandaskan pada banyak asas yang ada di Sumatera Selatan yaitu:

1.      Jati diri;

2.      Perlindungan;

3.      Pelestarian;

4.      Keserasian dan Keterpaduan;

5.      Keseimbangan;

6.      Kemanfaatan;

7.      Partisipas Masyarakat;

8.      Toleransi

9.      Kelokalan; dan

10.  Ketertiban dan Keteraturan.

Asas-asas inilah yang mendorong penggunaan tanjak agar dapat diimplementasikan pada bangunan di Sumatera Selatan.

Nggak Sembarangan!

Bab II dari Peraturan Daerah mengenai Arsitektur Bangunan Gedung Berornamen Jati Diri Budaya di Sumatera Selatan menjelaskan bahwa pemanfaatan unsur-unsur tersebut nggak sembarangan loh. Bentukan bangunannya mengikuti poin pasal 5 yaitu:

1.      Model rumah iliran dan rumah uluran;

2.      Bentukan atap yang turut serta;

3.      Unsur ornamen dekoratifnya.

Selain bentuk bangunannya, motifnya juga nggak sembarangan loh di antaranya:

1.      Motif Pucuk Rebung;

2.      Motif Pakis/Paku;

3.      Motif Bunga Melur;

4.      Motif Bunga Tanjung;

5.      Motif Bunga Kecubung;

6.      Motif Nanas;

7.      Motif Srikaya;

8.      Motif Lupis;

9.      Motif Kencana Mandaluke/Bebulan;

10.  Motif Sisik Trenggiling;

11.  Motif Buah Benunu;

12.  Motif Muhammad Betangkup;

13.  Motif Matahari;

14.  Motif Ulir;

15.  Motif Pakis Tanduk Rusa;

16.  Dan lain-lain.

Dari kesemuan itu, tujuan dengan peraturan ini adalah untuk memajukan nilai budaya di Sumatera Selatan.

 

Berusaha Lewat Perda

Menang saat ini identitas kebudayaan seringkali menjadi pudar dan tergerus oleh zaman. Banyak faktor yang melingkupi kejadian tersebut di antaranya tidak adanya akses untuk mengenal lebih jauh mengenai kebudayaan dari diri kita sendiri. Penerapan Perda ini adalah bentuk memasyarakatkan budaya kita dengan arsitektur yang mencerminkan jati diri Sumatera Selatan. Semakin sering kita lihat bangunan tersebut maka akan semakin familiar kita dan merasa ingin tahu. Seperti sepupuku.

Jadi penerapan peraturan daerah dari DPRD Provinsi Sumatera Selatan ini patut diacungi jempol karena kalau bukan kita siapa lagi?

 

 

Tidak ada komentar

Posting Komentar